Gejala itik yang terserang flu burung adalah nafsu makan turun, mata keputihan, leher terputar atau terbalik (tortikolis), kejang-kejang, dan sulit berdiri. Untuk itik petelur, produksi telurnya berkurang drastis secara tiba-tiba.
Virus flu burung dalam konsentrasi tinggi ada pada lendir dan kotoran itik. Kebiasaan itik yang gemar mematuk-matuk bulunya dengan paruh membuat virus banyak berada di bulu itik.
”Dari sini virus menyebar melalui air dan udara,” kata Koordinator Unit Pengendali Penyakit Avian Influenza Pusat, Kementerian Pertanian, M Azhar, di Jakarta, Rabu (9/1).
Itik merupakan binatang air sehingga selalu mencari daerah berair. Karena itu, itik banyak ditemui di sawah berair dan sungai. Kandangnya terletak dekat sungai atau saluran air.
Saat bercampur dengan air, virus di lendir, kotoran, atau
Virus bisa bersentuhan dengan unggas lain sehingga meningkatkan risiko penyebaran dan penularan flu burung. Penelitian menunjukkan, flu burung varian 2.3.2 bisa menyerang itik manila (entok) dan ayam kampung. Virus juga bisa menular ke manusia.
Selain terbawa air dan udara, virus juga menyebar melalui perdagangan itik antardaerah dan antarpulau. Menurut Ketua Harian Komisi Nasional Pengendalian Zoonosis (KNPZ) yang juga Deputi Bidang Koordinasi Kesehatan, Kependudukan, dan Keluarga Berencana, Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat Emil Agustiono, ”Buruknya kontrol lalu lintas perdagangan itik membuat flu burung cepat menyebar.”
Azhar mengatakan, sebelum ditemukan varian virus baru, Indonesia dianggap sukses mengendalikan flu burung karena hanya ada satu virus, H5N1 subkelompok 2.1.3, yang banyak menyerang ayam. Munculnya varian virus 2.3.2 membuat penanganan flu burung makin kompleks.