Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perjuangan Baru demi Sebuah Nama

Kompas.com - 09/01/2013, 02:57 WIB

MUSTHAFA ABD RAHMAN

Setelah berhasil mendapat pengakuan Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai negara peninjau non- anggota, akhir November 2012, pemerintah Palestina menghadapi pertarungan untuk bisa mengubah secara resmi namanya dari Otoritas Palestina menjadi negara Palestina.

Pemerintah Israel, Selasa (8/1), mengancam tak akan mengakui semua dokumen Palestina yang menggunakan nama ”Negara Palestina”. Deputi Menteri Dalam Negeri Palestina Hassan Alawi, kepada harian Al Hayat, mengungkapkan, Israel beberapa hari terakhir ini telah menyampaikan sejumlah peringatan keras jika nama ”Negara Palestina” digunakan.

Israel saat ini menguasai semua pintu gerbang yang menghubungkan Tepi Barat dan Jordania, serta semua pintu masuk kota-kota Palestina di Tepi Barat. Warga Palestina, yang keluar masuk kota-kota di Tepi Barat atau hendak melintasi pintu gerbang dari Tepi Barat ke Jordania dan sebaliknya, harus menunjukkan dokumen resmi Palestina itu. Israel dipastikan menolak setiap warga Palestina yang membawa dokumen dengan nama ”Negara Palestina”.

Senin lalu, Presiden Palestina Mahmoud Abbas mengeluarkan instruksi agar segera menyiapkan perubahan nama dalam semua dokumennya dari nama ”Otoritas Palestina” menjadi ”Negara Palestina”. Dokumen itu meliputi paspor, kartu penduduk, surat tanda nomor kendaraan, surat izin mengemudi, prangko, dan semua bentuk surat menyurat lainnya.

Abbas juga memerintahkan kedutaan besar dan konsulat Palestina di seluruh dunia menggunakan nama ”Negara Palestina” dalam korespondensi diplomatik dengan mitra mereka di luar negeri. Alawi mengungkapkan, proses perubahan nama dokumen minimal butuh waktu dua bulan.

Selama ini, semua dokumen Palestina dikeluarkan berkoordinasi dengan Israel sesuai dengan kesepakatan Oslo tahun 1993. Dokumen Palestina itu bertuliskan ”Otoritas Palestina” yang ditulis dalam dua bahasa, yakni Arab dan Ibrani.

Israel telah menerapkan sejumlah sanksi terhadap Palestina sejak pengakuan MU PBB tersebut. Terakhir, Israel membekukan dana Palestina dari pungutan pajak. Selama ini, Israel memungut pajak di wilayah Palestina, kemudian mengirim uang hasil pungutan itu ke Otoritas Palestina. Otoritas Palestina memperoleh dana 100 juta dollar AS per bulan dari pungutan pajak tersebut, dua pertiga dari total pemasukan pemerintah Palestina. Selain itu, Israel terus membangun permukiman Yahudi di Jerusalem timur dan Tepi Barat. Israel tidak mengindahkan kecaman masyarakat internasional atas perluasan pembangunan permukiman itu.

Utusan khusus AS untuk Timur Tengah, David Hale, dijadwalkan bertemu Presiden Abbas di Ramallah, Tepi Barat, Selasa. Hale berniat membahas kemungkinan dimulainya lagi perundingan damai dengan Israel.

Namun, para pengamat Palestina yang dikutip Al Hayat menyebut misi Hale itu sangat sulit. Perluasan pembangunan permukiman Yahudi dan penyelenggaraan pemilu parlemen Israel, akhir Januari ini, menjadi faktor penghalang utama dimulainya perundingan dalam waktu dekat. Selain itu, Israel diduga kuat menetapkan pembatalan perubahan nama Palestina sebagai syarat dimulainya lagi perundingan damai itu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com