Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ekonomi Tak Hanya Tergantung AS

Kompas.com - 04/01/2013, 03:06 WIB

Jakarta, Kompas - Terhindarnya jurang fiskal Amerika Serikat tidak akan serta-merta berpengaruh positif pada kinerja perdagangan Indonesia. Kondisi perekonomian Indonesia masih akan terpengaruh kondisi perekonomian empat negara di Asia, yakni Jepang, Korea Selatan, India, dan China.

Kepala Ekonom Bank Mandiri Destry Damayanti, di Jakarta, Kamis (3/1), mengemukakan, dalam jangka pendek, tetap ada kontraksi pertumbuhan AS meskipun tidak sebesar perkiraan semula. Namun, kondisi baru akan stabil dalam jangka menengah dan panjang.

”Tekanan pajak ini akan mengurangi kemampuan AS. Akan tetapi, mereka akan mencari inovasi atau sumber produktivitas lain. Dalam jangka menengah dan panjang, ekonomi AS akan tumbuh dan konsumsi meningkat,” ujar Destry.

AS akhirnya berhasil menghindari jurang fiskal setelah tercapai kesepakatan darurat di Dewan Perwakilan Rakyat, Selasa menjelang tengah malam waktu setempat. Namun, para analis dan ekonom setempat memperingatkan, kenaikan pajak dan ketegangan politik yang terus berlanjut di Washington masih terus mengancam ekonomi AS tahun ini (Kompas, 3/1).

Perkembangan ekonomi di AS itu juga masih akan berpengaruh pada ekonomi Indonesia. Neraca perdagangan Indonesia, seperti diumumkan Badan Pusat Statistik sehari sebelumnya, masih defisit meskipun kinerja ekspor November 2012 meningkat 7,3 persen dibandingkan bulan sebelumnya. Defisit tercatat 478,4 juta dollar AS, lebih rendah dibandingkan defisit Oktober 2012, yang menembus posisi tertinggi, yakni 1,55 miliar dollar AS.

Menteri Perdagangan Gita Irawan Wirjawan saat berkunjung ke Redaksi Kompas, Kamis, mengemukakan, tahun 2012, sampai dengan November, defisit sudah mencapai 1,33 miliar dollar AS. Total perdagangan sepanjang tahun 2012 kemungkinan besar akan defisit di posisi 2 miliar dollar AS. Tahun 2013 kemungkinan kondisinya masih akan sama.

”Neraca perdagangan Indonesia masih akan defisit di posisi 1 miliar dollar AS hingga 3 miliar dollar AS,” kata Gita.

Proyeksi Gita tersebut berdasarkan perkembangan ekonomi di AS dan kawasan euro. Pertumbuhan ekonomi AS maksimal 2 persen tahun 2013, sementara Eropa juga tidak jauh berbeda.

”Pelambatan di kedua wilayah itu akan menyedot pertumbuhan ekonomi global. China, misalnya, kemungkinan tidak bisa tumbuh melebihi angka 7,5 persen. Untuk Indonesia, pertumbuhan ekonominya maksimal 6,5 persen (tahun 2013),” katanya.

Peningkatan nilai tambah

Menurut Gita, defisit perdagangan Indonesia terjadi karena peningkatan impor dan penurunan ekspor. Sampai dengan November 2012, ekspor turun sekitar 6 persen, sementara impor naik sekitar 9 persen. Penurunan ekspor lebih disebabkan penurunan harga komoditas di pasar internasional. Sepanjang tahun 2012 rata-rata harga komoditas turun sekitar 30 persen.

”Sebanyak 65 persen ekspor kita berupa komoditas. Ketika harganya anjlok, ekspor langsung terimbas. Ketergantungan ini harus diakhiri dengan peningkatan nilai tambah,” ujarnya.

Gita menjelaskan, peningkatan impor didominasi oleh bahan baku dan bahan penolong yang mengindikasikan geliat industri di dalam negeri. ”Peningkatan impor bahan baku dan bahan penolong memperlihatkan pertumbuhan industri di dalam negeri. Ini sinyal bagus karena ada penciptaan nilai tambah,” ujarnya.

Destry lebih lanjut mengatakan, dengan konsumsi AS yang meningkat seiring dengan membaiknya ekonomi dalam jangka menengah dan panjang, peluang ekspor Indonesia kembali terbuka. Komoditas ekspor Indonesia ke AS antara lain tekstil dan garmen.

Namun, untuk jangka pendek, ekspor Indonesia masih akan bergantung pada kondisi ekonomi wilayah Asia. Empat negara bisa menjadi indikatornya, yakni Jepang, Korea Selatan, India, dan China.

”Empat negara itu menjadi pengimpor besar dari Indonesia. Kalau negara-negara itu tumbuh cepat, posisinya bisa menggantikan AS yang ekonominya melambat,” kata Destry.

Disepakatinya undang-undang AS yang mengatur pajak untuk pendapatan 400.000 dollar AS (sekitar Rp 3,8 miliar) per tahun per orang atau 450.0000 dollar AS (sekitar Rp 4,3 miliar) per tahun per pasangan ini akan berdampak positif bagi AS. Ekonomi AS akan lebih kuat meskipun dalam setahun mendatang akan ada penyesuaian terlebih dahulu.

Walaupun tidak dalam jangka pendek, perkembangan ekonomi positif di AS yang berhasil mengatasi masalah jurang fiskal diharapkan juga berdampak positif pada ekonomi Indonesia. Ekonom Bank BNI, Ryan Kiryanto, percaya bahwa ekspor Indonesia ke AS diperkirakan membaik. Hal ini berdampak positif bagi neraca perdagangan Indonesia.

”Perdagangan Indonesia ke negara-negara lain juga akan membaik karena sentimen positif dari membaiknya proyeksi ekonomi nasional,” kata Ryan.

Ryan menyarankan pengusaha Indonesia menyiapkan diri untuk memantau dan mendeteksi kebutuhan ekspor yang potensial ke AS. Di samping itu, negara-negara mitra dagang AS juga perlu diidentifikasi sebagai negara baru tujuan ekspor produk Indonesia. (ENY/IDR)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com