Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PKS Jamin Tidak Memeras Kumpulkan Modal Pemilu

Kompas.com - 30/12/2012, 08:50 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Hidayat Nur Wahid menjamin kader partainya tidak akan melakukan perbuatan melawan hukum dalam mengumpulkan modal untuk menghadapi Pemilu 2014. Menurut Hidayat, PKS memiliki mekanisme pengumpulan dana sendiri yang dijamin bersih.

"Jaminannya sangat jelas bahwa PKS tidak akan gunakan cara-cara ilegal untuk kumpulkan dana. PKS menolak diartikan seluruh partai politik akan pergunakan 2013 untuk kongkalikong, pemerasan, mengumpulkan dana untuk Pemilu 2014," kata Hidayat seusai mengikuti acara refleksi akhir tahun PKS di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Sabtu (29/12/2012).

Hidayat mengatakan, tidak ada artinya jika memenangkan Pemilu, tetapi menggunakan cara-cara curang dalam mengumpulkan modal kampanye. Hal itu, menurutnya, tidak akan meningkatkan kualitas pemilu.

"Jadi kami berikan jaminan, siapa pun dari PKS tidak boleh mempergunakan cara yang melanggar hukum, apalagi korupsi, pemerasan, kongkalikong; tidak diperbolehkan," sambungnya.

Tentu saja, lanjut Hidayat, PKS memiliki mekanisme untuk mengawasi para kadernya. Pria yang pernah bersaing memperebutkan kursi DKI 1 itu pun mengatakan, PKS sudah punya cara baku dalam mengumpulkan dana, salah satunya melalui iuran para kader.

"Ada iuran. Kalau ada yang mengatakan tidak ada partai yang iuran, itu bohong. Kami anggota DPR setiap bulan dipotong minimal Rp 20 juta dari gaji. Kami juga punya mekanisme untuk kumpulkan dana," ujar Hidayat.

Menurutnya, PKS sudah mulai menabung mengumpulkan dana sejak 2009. Baik itu dari iuran anggota DPR, DPRD, fraksi, maupun kader lainnya.

"Yang diperlukan bukan money politics. Rakyat harus diyakinkan memilih bagaimana anggota DPR yang bersih," ucapnya.

Hidayat juga meminta Indonesia Corruption Watch membuka data siapa-siapa saja kader PKS yang disebutnya terlibat kasus korupsi. Menurut Hidayat, sepanjang 2012, tidak ada kader PKS yang terlibat kasus korupsi.

"Ada memang dua kader yang pernah kena kasus, tapi sama MA (Mahkamah Agung) dibebaskan, bebas murni, misalnya Pak Misbakhun dan Pak Rukhyat. Memang ada, tapi sudah dibebaskan, apa ini dianggap masih bermasalah? Kami berharap ICW, maupun PPATK, jangan tanggung-tanggung, jangan politisasi menghadirkan sesuatu yang hanya menimbulkan kegaduhan. Sebut saja nama mereka supaya bisa ditindaklanjuti," ujarnya.

Dalam pemberitaan sebelumnya, ICW merilis data kader partai yang terjerat kasus korupsi. Menurut ICW, ada dua kader PKS yang diproses hukum, baik di Kepolisian, Kejaksaan, maupun di KPK. Jumlah kader PKS yang terlibat korupsi ini relatif lebih sedikit dibanding partai lainnya. Menurut ICW, kader Partai Golkar paling banyak terlibat korupsi, yakni 14 orang, disusul dengan Partai Demokrat 10 orang.

ICW juga menengarai, korupsi politik akan semakin masif pada 2013 nanti. Tahun itu, para elite politik tengah sibuk mengumpulkan modal Pemilu 2014.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Khofifah Tolak Tawaran jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

    Khofifah Tolak Tawaran jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

    Nasional
    Soal Duetnya di Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

    Soal Duetnya di Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

    Nasional
    Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

    Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

    Nasional
    Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

    Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

    Nasional
    Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

    Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

    Nasional
    Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

    Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

    Nasional
    Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

    Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

    Nasional
    Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

    Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

    Nasional
    Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

    Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

    Nasional
    Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

    Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

    Nasional
    PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

    PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

    Nasional
    Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

    Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

    Nasional
    Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

    Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

    Nasional
    BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

    BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

    Nasional
    Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

    Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com