Survei kuartalan Bank of Japan, Tankan, yang diumumkan Jumat (14/12) itu keluar hanya beberapa hari setelah pemerintah mengumumkan bahwa pertumbuhan di negara dengan perekonomian terbesar ketiga di dunia itu melemah pada periode Juli-September. Penurunan itu tidak terlepas dari prospek pertumbuhan global yang melemah, penguatan kurs yen, dan sengketa teritorial di Laut China Timur dengan China.
Gambaran perekonomian yang buruk ini muncul sebelum pemilihan umum 16 Desember. Jajak pendapat memperlihatkan bahwa Perdana Menteri Yoshihiko Noda akan kehilangan posisinya. Masyarakat berharap mantan PM Shinzo Abe yang berjanji akan mendesak kebijakan moneter yang lebih agresif dapat terpilih lagi.
Hasil survei tersebut terburuk sejak tahun 2010. Tampaknya dengan hasil yang buruk itu akan mendesak bank sentral untuk mengambil kebijakan pelonggaran moneter pada pertemuan pekan depan.
”Tekanan terhadap Bank of Japan untuk melonggarkan kondisi moneter terus menguat,” ujar Tsuyoshi Ueno, ekonom senior Institut Riset NLI di Tokyo.
”Survei tersebut memperlihatkan bahwa kalangan industri sangat mengkhawatirkan keadaan ekonomi,” katanya lagi.
Penurunan tingkat kepercayaan tersebut terjadi di antara pelaku manufaktur besar, seperti otomotif dan perusahaan teknologi. Indeks kepercayaan melorot menjadi minus 12 dari posisi sebelumnya minus 3 pada kuartal ketiga.
Dengan indeks seperti itu, berarti para pengusaha beranggapan bahwa keadaan perekonomian pada kuartal ke depan akan memburuk. Hasil survei ini digunakan sebagai salah satu parameter bank sentral untuk mengambil arah kebijakannya. Survei ini juga terkadang memengaruhi obligasi, valuta asing, dan aktivitas perdagangan pasar saham.
”Hasil survei ini mengindikasikan masih ada risiko bahwa pemulihan ekonomi akan berlangsung lebih lambat dibandingkan dengan perkiraan bank sentral,” ujar Yoshiro Sato, ekonom pada Credit Agricole.