Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kemampuan Sains Rendah

Kompas.com - 14/12/2012, 03:35 WIB

Jakarta, Kompas - Kemampuan siswa Indonesia di kelas VIII pada bidang matematika dan sains rendah. Demikian hasil studi Trends in International Mathematics and Science Study 2011 yang dipublikasikan Selasa (11/12).

Dari hasil studi tersebut, nilai rata-rata siswa untuk matematika 386 atau turun 11 angka dari Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) 2007. Adapun nilai untuk sains 406 atau turun 21 angka dibandingkan dengan 2007.

Dengan nilai itu, Indonesia berada di posisi ke-38 dari 63 negara dan 14 negara bagian atau wilayah yang disurvei. Adapun untuk sains, Indonesia berada di posisi ke-40. Posisi Indonesia sedikit di atas Maroko dan Ghana untuk sains serta di atas Maroko, Oman, dan Ghana untuk matematika. Indonesia jauh tertinggal dari Thailand, Ma- laysia, dan Palestina.

TIMSS adalah studi internasional tentang prestasi matematika dan sains siswa sekolah lanjutan tingkat pertama. Studi yang dikoordinasikan The International Association for the Evaluation of Educational Achievement di Belanda ini dilakukan setiap empat tahun, yakni tahun 1995, 1999, 2003, 2007, dan 2011. Indonesia mulai berpartisipasi sejak 1999.

Dosen matematika di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Bandung (ITB), Ahmad Muchlis, memaparkan, 43 persen siswa Indonesia berhasil melampaui batas standar terendah (low benchmark). Untuk sains, persentasenya 54 persen. Hasil studi TIMSS itu dinilai menyedihkan karena lebih dari separuh siswa tak mencapai standar terendah TIMSS untuk matematika.

”Nilai terendah itu belum memadai untuk bekal menghadapi kompleksitas dunia masa kini,” kata Muchlis, Kamis (13/12).

Meskipun hasil studi TIMSS ini kurang baik, Muchlis menyarankan agar tidak terlalu fokus pada nilai rata-rata, penurunan, ataupun ranking, tetapi pada persentase.

Gagal bernalar

Setelah menganalisis satu per satu soal matematika di dalam studi TIMSS 2011, Iwan Pranoto, dosen matematika dari ITB, juga menjelaskan, pada soal bagian aljabar dan bernalar hanya sedikit siswa yang bisa menjawab dengan benar. Padahal, soal hitungannya sederhana, tetapi menuntut kemampuan nalar yang tinggi. Dari hasil satu contoh soal ini saja, kata Iwan, terlihat pendidikan matematika di Indonesia selama ini terlalu fokus pada kecakapan teknis dan tidak mampu sampai pada proses bernalar. (LUK)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com