Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lalat dari Rafah dan Ikan dari Gaza City

Kompas.com - 09/12/2012, 15:18 WIB

”Ya, Gaza City memang tidak banyak berubah,” tutur Tahrir (22), mahasiswi tahun keempat jurusan Matematika dari Universitas Al-Ashar di Gaza City. Kami bertemu Tahrir, perempuan berkerudung merah jambu itu, di dalam taksi yang membawa kami dari warung internet di Jalan Omar Mochtar, salah satu jalan utama di Gaza City.

Tahrir sudah di dalam taksi ketika kami menyetop taksi itu untuk membawa kami kembali ke hotel. Memang demikianlah, naik taksi di Gaza City seperti naik angkot saja. Kalau sekiranya masih ada tempat duduk, sopir akan menghentikan taksinya bila ada yang menyetopnya di jalan. Jadi, penumpang taksi akan diajak putar-putar ke tujuan tiap penumpang.

”Kehidupan kami tetap susah,” kata Tahrir, yang dibenarkan Talaat (55), pengemudi taksi dengan mengangkat kedua tangannya.

Lalu apa komentar Tahrir dengan naiknya status Palestina di PBB? ”Pasti kami bahagia. Kami bangga. Pada akhirnya negara kami diakui begitu banyak anggota PBB. Namun, kami masih prihatin, mengapa sampai sekarang Fatah dan Hamas tidak bersatu. Hal itu membuat perjuangan kami menghadapi Israel tidak kuat,” kata Tahrir.

Soheh, soheh, soheh (benar, benar, benar),” komentar Talaat mendengar omongan Tahrir itu.

”Mereka, dua kelompok itu, berebut kekuasaan. Akibatnya, rakyatlah yang menderita. Semoga mereka cepat bersatu dan membangun negeri ini,” harap Tahrir.

”Anda berdua dari mana?” tanya Talaat. ”Indonesia? Saudara kami, selamat datang. Jangan pulang sebelum Sabtu, ada perayaan ulang tahun ke-25 Hamas. Semua pemimpin Hamas datang, termasuk Khaled Meshaal, Kepala Biro Politik Hamas yang lama tinggal di Suriah dan sekarang di Qatar juga akan datang,” ujar Talaat.

Jalan-jalan memang mulai dihiasi bendera warna merah dan hijau, ada yang berbentuk segitiga, ada yang empat persegi panjang, melintang di atas jalan. Kami juga bersua konvoi mobil, baik sedan maupun pikap, penuh anak-anak muda yang mengibarkan bendera Hamas warna hijau dan terus berteriak-teriak sambil memukul genderang.

Tiba-tiba Talaat memutar mobilnya dan berkata, ”Anda harus lihat lapangan tempat perayaan akan diselenggarakan.” Tanpa menunggu jawaban kami, mobil sudah meluncur ke sebuah lapangan yang letaknya tidak searah dengan jalan menuju hotel. Talaat sama dengan Human, ingin memuaskan penumpangnya dengan menunjukkan semua tempat yang menurut dia menarik bagi penumpangnya.

”Terima kasih Anda telah mendengarkan cerita saya,” kata Tahrir ketika kami turun di depan Hotel Palestina, yang terletak di pinggir Laut Tengah. Telaat tersenyum dan semula tidak mau menerima bayaran. ”Anda saudara kami,” katanya.

Gaza City selalu memberikan kejutan bagi kami setiap kali mengunjunginya. Kejutan itu termasuk lalat yang ikut kami dari Rafah sampai Gaza City, dan ikan buria serta faridi bakar yang kami nikmati di Restoran Moneer di Jalan Abu Hasiroh, malam harinya. Dua potong ikan itu harus kami bayar 90 shekel, ya kira-kira Rp 250.000.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com