Menteri Luar Negeri Inggris William Hague mengaku ”sangat prihatin” dengan langkah Israel itu. ”Inggris sungguh-sungguh menyarankan kepada Pemerintah Israel untuk mencabut keputusan tersebut,” ujar Hague, di London, Sabtu (1/12).
Menurut Hague, jika rencana pembangunan permukiman baru itu dilaksanakan, situasi di lapangan akan berubah dan proses perdamaian menuju solusi dua negara akan makin sulit tercapai.
Di Washington DC, Jumat waktu setempat, Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton menyebut keputusan Israel itu sebagai ”langkah mundur” dalam proses perdamaian Palestina-Israel.
”Pemerintahan (AS) saat ini, seperti juga pemerintahan AS sebelumnya, telah menyatakan dengan sangat jelas kepada Israel bahwa aktivitas (pembangunan permukiman) ini memundurkan proses perundingan damai,” kata Hillary di hadapan forum diskusi yang, antara lain, dihadiri Menteri Luar Negeri Israel Avigdor Lieberman dan Menteri Pertahanan Israel Ehud Barak.
Rencana pembangunan permukiman baru Israel itu diumumkan hari Jumat hanya beberapa jam setelah Majelis Umum PBB menaikkan status Palestina dari ”entitas peninjau” menjadi ”negara peninjau bukan anggota”.
Associated Press menyebut keputusan bersejarah Majelis Umum PBB itu sebagai ”peningkatan status diplomatik paling signifikan” yang diperoleh Palestina dalam lebih dari enam dekade konflik dengan Israel.
Sebanyak 138 negara dari total 193 anggota PBB menyetujui peningkatan status Palestina itu dan hanya 9 negara yang menolak. Hanya satu negara Eropa, yakni Ceko, yang menolak resolusi tersebut. Kekalahan telak itu menggambarkan betapa Israel saat ini makin terisolasi secara diplomatik di dunia.
Seorang pejabat Israel mengaku kepada kantor berita Reuters bahwa hasil pemungutan suara itu sebagai ”kegagalan total diplomasi” dan akan ada aksi pembalasan dari Israel.