Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mursi Serang Yudikatif

Kompas.com - 25/11/2012, 08:05 WIB

KAIRO, KOMPAS.com - Mahkamah Agung Mesir menuduh Presiden Mesir Muhammad Mursi melakukan ”serangan yang belum pernah terjadi sebelumnya” pada independensi lembaga peradilan. Mereka menyesalkan dekrit yang membuat presiden memiliki kewenangan luar biasa dan keputusannya tak bisa dievaluasi lembaga peradilan.

Hal itu disampaikan Mahkamah Agung (MA) Mesir seusai pertemuan darurat di Kairo, Sabtu (24/11), seperti diberitakan kantor berita Mesir, MENA. MA bersidang setelah sehari sebelumnya Kairo dan kota besar lainnya di Mesir diguncang unjuk rasa besar menentang dekrit yang dikeluarkan Mursi.

Para hakim agung juga mendesak Mursi ”menjauhkan dan tidak menggunakan dekrit ini terhadap segala hal yang mencederai kekuasaan yudikatif”.

Mursi, Kamis malam, mengeluarkan dekrit baru untuk menjinakkan lawan-lawan politiknya. Dalam dekrit itu disebutkan, Mahkamah Konstitusi tidak berhak membubarkan dewan konstituante.

Lembaga peradilan tertinggi tak berhak meninjau atau menggugat semua keputusan sejak Mursi menjabat presiden hingga konstitusi baru disahkan. Dalam dekrit itu ditegaskan, semua keputusan Mursi bersifat final dan tak bisa diganggu gugat lembaga apa pun.

Tak hanya Mahkamah Agung yang berang dengan dekrit itu. Para hakim di Alexandria, kota nomor dua terbesar di Mesir, mengumumkan pemogokan untuk menolak dekrit Mursi.

Ketua Persatuan Hakim Alexandria Mohammed Ezzat al-Agwa mengumumkan ”penundaan semua pekerjaan di semua pengadilan dan administrasi penuntutan di Provinsi Alexandria dan Beheira sampai krisis yang disebabkan deklarasi ini berakhir”.

Gas air mata

Unjuk rasa massa menentang dekrit tersebut berlanjut hingga Sabtu. Polisi antihuru-hara harus melepaskan gas air mata untuk membubarkan massa yang berusaha bergabung dengan aktivis garis keras oposisi di Alun-alun Tahrir.

Para aktivis itu sejak Jumat malam bertahan di Alun-alun Tahrir, pusat perjuangan massa saat menumbangkan mantan Presiden Hosni Mubarak, awal 2011. Mereka mendirikan sekitar 30 tenda untuk bermalam dan menyiapkan unjuk rasa berikut.

Namun, esok paginya, saat massa mencoba bergabung, polisi langsung menghadang dan melepaskan gas air mata. Massa pun berlarian membubarkan diri ke jalan-jalan di sekitar Alun-alun Tahrir.

Unjuk rasa yang dimotori oposisi sehari sebelumnya juga menimbulkan bentrokan antara demonstran dan polisi di Suez serta Alexandria. Di kota resor pantai yang menghadap Laut Tengah ini, kantor cabang Partai Kebebasan dan Keadilan yang berkuasa dibakar massa. Massa, yang umumnya aktivis kelompok sekuler dan liberal, bertekad mempertahankan momentum protes mereka.

”Mesir berada di awal revolusi baru karena kami tak pernah berniat mengganti satu diktator dengan diktator lain,” kata seorang aktivis, Mohammed al-Gamal. Ia memperlihatkan kacamatanya yang pecah dan tangannya yang dibalut, yang menurut dia, disebabkan bentrokan dengan polisi.

Dekrit Mursi ini juga mengundang keprihatinan Pemerintah Amerika Serikat dan negara-negara di Eropa. Padahal, sehari sebelum deklarasi itu dikeluarkan, Washington memuji peran penting Mursi mengupayakan gencatan senjata antara Israel dan Hamas yang berkuasa di Jalur Gaza untuk mengakhiri delapan hari serbuan Israel ke Gaza.

Departemen Luar Negeri (Deplu) AS mencemaskan terpusatnya kekuasaan di tangan Mursi dan implikasinya pada kebangkitan demokrasi di Mesir pasca-jatuhnya Mubarak.

”Keputusan dan deklarasi yang diumumkan pada 22 November menimbulkan kekhawatiran banyak warga Mesir dan dunia internasional. Salah satu aspirasi revolusi adalah menjamin agar kekuasaan tidak terkonsentrasi di tangan satu orang atau satu institusi,” ujar Juru Bicara Deplu AS Victoria Nuland. (AFP/AP/Reuters/was)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com