Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Netanyahu dan Abbas

Kompas.com - 23/11/2012, 07:23 WIB

Trias Kuncahyono

Tragedi itu datang pada hari Minggu, 18 November 2012. Rumah Mohamed Dalou hancur, menjadi sasaran gempuran kapal perang Israel. Bukan hanya rumahnya di Gaza City yang hancur. Dalou, polisi Hamas, tewas bersama sembilan anggota keluarganya yang masih anak-anak.

Gambar yang ditayangkan televisi BBC memberikan gambaran betapa kekejaman dan angkara murka menguasai Israel. Rumah itu hancur, terbakar. Tubuh-tubuh kecil berdarah-darah tak berdaya. Karuan saja, rakyat Palestina marah. Dunia pun marah. Ini sebuah pembantaian.

Juru bicara militer tentara Israel, Yoav Mordechai, kepada TV Channel 2, Israel, berdalih, sasarannya bukan rumah Dalou, melainkan Yehiya Rabiah, kepala unit peluncur roket Hamas. Apa pun alasannya, tetap tidak bisa diterima. Orang-orang sipil, bahkan anak-anak, telah menjadi korban,

Apa yang sesungguhnya dicari Israel? Sama seperti perang Desember 2008-Januari 2009, perang ini terjadi menjelang akhir tahun. Perang juga terjadi sebelum pemilu Israel yang dijadwalkan 22 Januari, sama seperti perang sebelumnya. Inilah pertaruhan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.

Namun, kali ini situasi Israel—terutama pemerintahan Netanyahu—lebih berat: Netanyahu tak hanya menghadapi pemilu, tetapi usaha Presiden Palestina Mahmoud Abbas mendapatkan status peninjau bagi Palestina di Majelis Umum (MU) Perserikatan Bangsa-Bangsa. Sidang MU PBB akan diselenggarakan 29 November 2012.

Tentu Netanyahu tak ingin usaha Abbas di MU PBB berhasil. Keberhasilan Abbas sama saja pukulan bagi Netanyahu. Keberhasilan itu bisa menjadi awal buruk bagi Netanyahu dan Partai Likud menghadapi pemilu.

Menghadapi situasi sulit itu, Netanyahu berusaha sekuat tenaga keluar dengan kemenangan. Itu berarti tindakan tegas dan keras dibutuhkan menghadapi Hamas di Gaza untuk menunjukkan kepada rakyat bahwa pemerintahannya kuat dan melindungi rakyat. Netanyahu tidak mau dituduh kalah perang dan pertarungan diplomasi dengan Abbas.

Akan tetapi, bila serangan terhadap Gaza semakin membabi buta serta korban tewas semakin banyak, terutama rakyat biasa, tindakan Israel akan memancing reaksi keras dari dunia, Dunia Arab, dan Mesir, yang di bawah rezim baru bisa bersikap lain terhadap Israel, tak seperti di zaman Hosni Mubarak. Bisa-bisa, kenekatan Israel dibalas Mesir dengan membatalkan perjanjian damai. Dunia pun akan ramai-ramai melawan Israel.

Selain menggempur Gaza, Israel juga mengancam menghentikan aliran dana untuk Otoritas Palestina bila Abbas meneruskan langkahnya ke MU PBB. Selama ini Israel memungut pajak di Tepi Barat, dan hasilnya diserahkan kepada Otoritas Palestina. Dengan uang itu, Otoritas Palestina membayar gaji pegawai negeri. Bila aliran dana itu dihentikan, akan menjadi persoalan besar bagi Otoritas Palestina, seperti yang terjadi pada tahun 2006 setelah kemenangan Hamas dalam pemilu.

Tekanan Israel itu bisa menyulitkan Abbas. Bila ia menghentikan langkahnya ke MU PBB, kekalahan politik akan ia tanggung. Rakyat Palestina akan lebih percaya kepada Hamas, yang lebih berani melawan Israel. Bila itu terjadi, Abbas akan kehilangan jabatannya, yang berarti juga kekalahan Fatah.

Ini situasi sulit yang dihadapi baik Netanyahu maupun Abbas. Tetapi, apakah dunia akan membiarkan Netanyahu menghalalkan segala cara untuk mengamankan kekuasaannya? Apakah dunia akan membiarkan warga Palestina, terutama rakyat sipil, menjadi korban murka Israel? Tentu tidak. ”Ini harus dihentikan!” teriak Sekjen PBB Ban Ki-moon di Kairo, Mesir, setelah tersiar berita sembilan anggota keluarga Mohamed Dalou tewas di ujung roket Israel.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com