Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gaza dan Spiral Kekerasan

Kompas.com - 21/11/2012, 02:16 WIB

Broto Wardoyo

Ahmed Jabari, pemimpin sayap militer Hamas, menjadi korban operasi militer Pasukan Pertahanan Israel (IDF) di Jalur Gaza. Kematian Jabari memicu peningkatan serangan roket dari Jalur Gaza dan memaksa Pemerintah Israel mengeluarkan perintah pengosongan wilayah dalam radius 25 kilometer dari Gaza.

Operasi militer Israel di Jalur Gaza dilaksanakan sebagai aksi retaliasi serangan roket kelompok anti-Israel dari Jalur Gaza. Dinas keamanan Israel, Shabak, mencatat bahwa selama Oktober 2012 terjadi 96 serangan dari Ja- lur Gaza: 72 di antaranya serang- an roket. Tak ada korban jiwa da- lam serangan itu meski tiga pekerja asing terluka dalam serangan roket 24 Oktober. Serangan- serangan inilah yang diklaim Israel sebagai aksi provokasi.

Operasi militer merupakan salah satu strategi kontrateror yang biasa dilakukan Israel menghadapi ancaman kelompok anti-Israel. Strategi kontrateror Israel dapat dipilah menjadi tiga strategi utama: ofensif, defensif, dan punitif. Operasi militer, yang biasanya dilaksanakan terbatas tanpa pengerahan pasukan besar-besaran, merupakan salah satu bentuk strategi ofensif yang di- adopsi Israel sejak awal kemerdekaannya. Strategi ini memiliki beberapa fungsi.

Fungsi utama dan pertama strategi ini: penangkalan. Operasi militer dilakukan untuk menunjukkan kemauan bahwa Israel tak ragu membalas provokasi apa pun dengan tindakan militer. Fungsi ini dalam banyak kasus justru gagal. Operasi militer justru memicu terjadinya serangan dari kelompok anti-Israel yang lebih besar, baik dalam frekuensi maupun jumlah korban.

Selain demi penangkalan, operasi militer juga digunakan untuk meraup dukungan publik. Opera- si militer dilakukan sebagai bukti kemauan pemerintah memberi perlindungan terhadap publik dan menunjukkan bahwa pemerintah mengambil tindakan nyata dalam melawan provokasi yang dilakukan kelompok anti-Israel.

Kebutuhan ini membuat frekuensi pelaksanaan operasi militer cenderung meningkat manakala Israel akan melaksanakan pemilihan umum. Operasi saat ini tak dapat dilepaskan dari keputusan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mempercepat pelaksanaan pemilu menyusul kegagalan menyusun anggaran.

Selain itu, pilihan pada operasi militer juga dipengaruhi dua faktor lain. Pertama, keberadaan kepala staf IDF yang cenderung kontroversial dan terlibat dalam politik praktis. Kepala Staf IDF saat ini dijabat oleh Rav-Aluf Binyamin Gantz. Benny Gantz diangkat sebagai kepala staf menyusul kegagalan pengangkatan Yoav Galant karena skandal pe- ngambilan paksa properti untuk kepentingan pribadi.

Gantz terlibat dalam banyak peristiwa penting dalam kariernya, saat menjadi kepala divisi Yudea dan Samaria (yang juga mengawasi Tepi Barat) ketika terjadi intifada kedua dan menjadi komandan wilayah Israel Utara saat Perang Lebanon yang kedua.

Selain operasi militer, strategi ofensif lain yang biasa dilakukan Israel adalah strategi pembunuhan terencana. Beberapa tokoh kelompok anti-Israel menjadi kor- ban dari strategi ini. Abu Jihad, salah satu tangan kanan Arafat, dibunuh oleh Sayeret Matkal pada 1988 di Tunis. Dua pemimpin Hamas, Ahmed Yassin dan Abdel-aziz Rantisi, juga menjadi korban dari strategi ini pada 2004. Terbunuhnya dua tokoh Hamas dalam waktu dekat ini memaksa Hamas menyembunyikan identitas pemimpin utamanya karena khawatir akan menjadi korban selanjutnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com