Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Israel Mungkin Ragu-ragu Invasi Gaza

Kompas.com - 20/11/2012, 13:17 WIB

SERANGAN udara Israel ke Jalur Gaza memasuki hari ke enam, Senin (19/11). Hingga Selasa ini, korban tewas di pihak Palestina dilaporkan telah mencapai 110 orang. Ribuan tentara Israel dengan tank dan kendaraan lapis baja pun telah dikerahkan ke perbatasan Gaza, siap bergerak maju jika Israel yakin tidak ada kesempatan bagi gencatan senjata dalam konfliknya dengan Hamas.

Duta Besar Israel untuk AS, Michael Oren, kepada wartawan dalam sebuah briefing di Kedutaan Besar Israel di Washington, DC, Senin, mengatakan, Israel ingin menghindari invasi darat, tetapi perencanaan perang sudah komplet dan tentara Israel siap menyerbu jika diperlukan.

Namun, Israel, yang terus melancarkan serangan udara terhadap gerilyawan di Gaza, pada Senin, dikatakan menyadari bahwa invasi darat akan membawa risiko yang berdampak luas.

Israel belajar dari perang tahun 2008 di Gaza ketika negara Yahudi itu kehilangan dukungan masyarakat internasional. Angkatan udara dan pasukan darat ketika itu mengerahkan senjata yang superior, menyerang banyak sasaran sipil dalam upaya untuk melenyapkan militan dan infrastruktur mereka. Sekitar 1.300 orang tewas ketika itu.

Sebuah penyelidikan PBB kemudian menyimpulkan bahwa militer Israel melakukan kejahatan perang dalam konflik itu, yang menciptakan sebuah persoalan diplomatik besar bagi Israel.

Dengan memori akan pengalaman itu dan pemilihan umum parlemen yang tinggal dua bulan lagi, Pemerintah Israel sadar akan potensi konsekuensi internasional dan domestik dari invasi darat. Demikian kata para analis yang mengamati situasi itu dengan cermat.

"Korban warga Palestina yang lebih tinggi dapat menyebabkan erosi dukungan internasional bagi hak Israel untuk membela diri dari serangan roket Hamas," kata Haim Malka, peneliti senior di Center for Strategic and International Studies, seperti dikutip CNN. "Perdana Menteri (Benjamin) Netanyahu ragu-ragu untuk melancarkan sebuah operasi darat karena liabilitas politik dan risiko operasi semacam itu bagi Israel," kata Malka.

Para petugas kesehatan Palestina mengatakan sudah 110 orang tewas dan 860 lainnya terluka di Gaza sejak Israel memulai serangan udara untuk menanggapi apa yang disebut sebagai serangan roket yang gencar oleh kaum militan. Para pejabat Israel mengatakan, tiga warganya tewas dan 68 lainnya terluka akibat tembakan roket Hamas dari Gaza.

Jajak pendapat umum di Israel menunjukkan, warga negara itu enggan dengan keterlibatan militer yang lebih dalam. Menurut harian Jerusalem Post, warga Israel menyatakan dukungan yang kuat bagi serangan udara yang kini berlangsung, tetapi ragu-ragu jika harus melancarkan serangan darat. Harian itu, Senin, melaporkan, 85 persen warga Israel yakin operasi militer segera dimulai.

Ketika ditanya bagaimana seharusnya langkah pemerintah? Sebanyak 45 persen responden lebih menyukai serangan udara terus dilanjutkan, sementara 25 persen merekomendasikan serangan darat, dan sekitar 22 persen  mengatakan Israel harus mengupayakan gencatan senjata.

Tujuan serangan udara adalah untuk melemahkan atau menghancurkan kemampuan Hamas meluncurkan roket ke Israel. Demikian kata seorang pejabat Israel. Kaum militan di Gaza telah menembakkan hampir 1.000 roket ke Israel sejak konflik itu pecah. Demikian kata Angkatan Pertahanan Israel (IDF), Senin. Israel telah menyasar lebih dari 1.300 lokasi dalam kampanye pengebomannya.

Duta Besar Oren mengatakan, pada tingkat aksi saat ini, kegiatan militer bisa berlangsung 45 sampai 100 hari. Dia mengatakan, Hamas masih memiliki 10.000 sampai 11.000 roket, tetapi tidak mengungkapkan berapa banyak yang telah dihancurkan Israel.

Ketika ditanya wartawan, apa yang Israel inginkan dari Hamas? Oren mengatakan, jaminan kembali ke status quo.

Negosiasi di Mesir yang mencoba untuk menghentikan pertempuran tersebut belum menghasilkan terobosan.

Ada peluang 50-50 misi itu akan diperluas ke invasi darat. Demikian kata seorang pejabat Pemerintah Israel kepada harian Haaretz. Dalam sebuah wawancara di televisi Israel, Senin, Wakil Menteri Luar Negeri Israel Danny Ayalon mengatakan, tidak ada pilihan yang telah dikesampingkan, tetapi pada tahap ini semuanya bergantung pada aksi Hamas.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com