Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Jangan Tambah Kuota Impor Sapi

Kompas.com - 31/10/2012, 13:37 WIB
Agnes Swetta Br. Pandia

Penulis

SURABAYA, KOMPAS.com — Dewan Pengurus Pusat Forum Peternak Sapi Indonesia memberikan apresiasi kepada pemerintah atas kebijakan mengurangi kuota impor sapi dan daging sapi. Regulasi ini berdampak positif bagi perkembangan persapian rakyat, yakni harga semakin baik dan rasional di tingkat peternak.

Ketua Umum Forum Peternak Sapi Indonesia (FPSI) Nasyiruddin Al Mahdi di Surabaya, Rabu (31/10/2012), mengatakan, secara nasional terdapat 6,4 juta peternak rakyat.

Oleh karena itu, sebaiknya pemerintah tidak lagi menambah kuota impor sapi ataupun daging sapi. Apalagi, semua pihak akan mendukung Program Swasembada Daging Sapi (PSDS) karena sudah menjadi konsensus nasional.

Nasyiruddin menambahkan, adapun potensi hambatan tercapainya PSDS bukan alasan untuk mengambil kebijakan penambahan kuota impor. Sebab, impor bukan solusi pencapaian program, melainkan sebaliknya akan menghambat terwujudnya PSDS 2014. Akibatnya, akan menyulitkan pencapaian indikator kinerja pemerintah secara keseluruhan.

Tentang sinyalemen banyak pihak akan terjadi kekurangan stok daging akibat kuota impor dikurangi, masih perlu ada pembuktian di lapangan. Apalagi, hingga saat ini, di tingkat masyarakat bawah, konsumsi daging belum mengalami kesulitan atau bahkan tidak pernah terjadi gejolak pasar.

Justru, kata Nasyiruddin, jika kekurangan stok daging baik untuk kebutuhan industri olahan ataupun untuk hotel, restoran, dan katering diatasi dengan membuka impor, itu hanya penyelesaian sesaat.

"Pembukaan keran impor hanya akan mengulang persoalan setiap tahun karena tujuan utama pemenuhan stok daging dengan mengandalkan potensi lokal," ujarnya.

Di samping itu kekurangan stok daging dapat diatasi dengan potensi protein hewani alternatif, seperti unggas dan perikanan. Jadi, dalam upaya pencapaian PSDS 2014, hendaknya pemerintah merevitalisasi secara serius rumah pemotongan hewan (RPH) serta dengan melengkapi fasilitas hingga ke tingkat meatbox sehingga pengolahan daging lokal sesuai standar internasional.

Upaya lain, menjaga keamanan populasi, titik-titik chekpoint pemeriksaan sapi betina perlu dilengkapi dengan peralatan berteknologi modern, seperti CCTV dan USG, guna mencegah peyimpangan dalam pemeriksaan pengiriman sapi betina. Cara ini penting untuk menghindari pengiriman sapi betina produktif untuk kepentingan konsumsi.

Pemerintah, kata Nasyiruddin, perlu menetapkan persyaratan bagi importir untuk melakukan kerja sama pembinaan peternak lokal, terutama menyangkut indikator penetapan kuota. Dengan aturan ini, importir tidak semata - mata mengandalkan stok impor, tetapi lambat laun memenuhi permintaan pasarnya dari peternak lokal.

"Perlu keterlibatan tim independen dalam verifikasi pelaksana impor daging dan impor sapi," ujarnya. Apalagi, terbuka kemungkinan pembatasan kuota impor akan berdampak pada efisiensi tenaga kerja di perusahaan importir. Sebaliknya, penambahan kuota impor berdampak pada peternak rakyat yang jumlahnya lebih besar.

Jadi, ketika pembatasan impor berdampak pada efisiensi tenaga kerja, bisa dialihkan menjadi peternak. Berbagai persoalan ini, kata Ketua Umum FPSI, sudah diinformasikan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan segera membuat kebijakan, termasuk memperbaiki prasarana dan sarana distribusi serta  transportasi, baik darat maupun laut, untuk ternak hidup ataupun daging lokal.

"Buruknya prasarana dan sarana transportasi tersebut menjadi penyebab utama tingginya biaya tata niaga sehingga berimplikasi pada mahalnya harga sapi dan daging lokal di pasaan," tuturnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com