Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lebanon Tuding Suriah

Kompas.com - 21/10/2012, 03:39 WIB

BEIRUT, SABTU - Pemerintah dan politisi Lebanon, Sabtu (20/10), menuding Presiden Suriah Bashar al-Assad berada di balik serangan bom mobil di Beirut yang menewaskan kepala dinas intelijen dan sedikitnya tujuh orang lain. Kekhawatiran bahwa perang saudara di Suriah bakal merambat ke negara-negara tetangganya semakin nyata.

Serangan bom mobil itu terjadi di kawasan Ashrafiyeh, Beirut, Jumat sore. Sedikitnya 8 orang tewas dan 80 orang luka-luka dalam serangan terburuk di Beirut dalam beberapa tahun terakhir ini.

Salah satu korban tewas adalah Kepala Dinas Intelijen Lebanon Brigadir Jenderal Wissam al- Hassan. Hassan adalah tokoh di balik pengungkapan rencana jahat pejabat Suriah untuk memicu instabilitas di negara tetangganya itu.

Berdasarkan hasil penyelidikan Hassan, dua pejabat Suriah, termasuk Kepala Biro Keamanan Nasional Suriah Jenderal Ali Mamlouk, Agustus lalu, resmi didakwa melakukan konspirasi dengan pejabat Lebanon untuk memicu gelombang kekerasan di Lebanon. Mantan Menteri Informasi Lebanon Michel Samaha turut didakwa dalam kasus itu.

Hari Sabtu, Perdana Menteri (PM) Lebanon Najib Mikati mengatakan, terbongkarnya rencana jahat tersebut melatarbelakangi serangan bom mobil di Beirut.

”Seorang perdana menteri tak bisa mendahului proses penyelidikan. Namun, jujur saja, saya tak bisa memisahkan kejahatan yang terjadi kemarin (Jumat) dengan terbongkarnya konspirasi untuk melawan Lebanon, Agustus lalu,” kata Mikati.

Pemerintah Suriah, melalui Menteri Informasi Omran al- Zohbi, mengecam keras serangan itu yang ia sebut sebagai ”serangan teroris pengecut” yang tak bisa dibenarkan dengan alasan apa pun.

Keguncangan politik

Serangan bom mobil itu hampir saja memicu keguncangan politik di Lebanon. Kelompok-kelompok Sunni, tempat Hassan berasal, turun ke jalan guna menggelar protes dan menyerukan agar pemerintahan Mikati mundur.

Sejumlah kelompok pria Sunni bersenjata bahkan memblokade jalan sebagai aksi protes, termasuk jalan raya menuju Bandara Internasional Beirut.

Mikati mengaku sempat mengajukan pengunduran diri kepada Presiden Lebanon Michel Suleiman, tetapi permintaan itu tidak dikabulkan. ”Saya menerima (permintaan Presiden agar saya tidak meninggalkan jabatan perdana menteri) karena ada kekhawatiran Lebanon akan jatuh dalam kekacauan,” ujar Mikati.

Harian Beirut Star menyebutkan, serangan bom mobil tersebut jelas-jelas bertujuan memicu gelombang kekacauan baru di Lebanon.

”Jika tujuannya untuk mengalihkan perhatian dari berbagai kejadian di Suriah, rakyat harus waspada dan mencegah setiap upaya untuk menyeret Lebanon ke dalam ketegangan dan pertikaian sipil,” tulis surat kabar itu.

Suriah memiliki sejarah panjang mencampuri urusan dalam negeri Lebanon. Pemerintah Suriah mendukung berbagai pihak di Lebanon selama perang saudara terjadi di negara itu tahun 1975-1990. Suriah bahkan menempatkan pasukannya di Lebanon sampai tahun 2005.

Presiden Suriah Bashar al-Assad, yang berasal dari kelompok Alawite—salah satu sekte dalam aliran Syiah, mendapat dukungan dari kelompok Hezbollah di Lebanon. Hezbollah adalah kelompok Syiah yang selama ini mendapat dukungan dari Iran dan Suriah.

Mantan PM Lebanon Saad al-Hariri juga menuduh Assad berada di balik aksi bom mobil pada Jumat lalu. Dalam penyelidikan lain Hassan, terungkap bahwa ayah al-Hariri, mantan PM Lebanon Rafiq al-Hariri, juga tewas dalam serangan yang melibatkan Suriah dan Hezbollah pada 2005. Pihak Suriah dan Hezbollah membantah tuduhan tersebut.

Sementara itu, di Damaskus, Utusan Khusus PBB dan Liga Arab Lakhdar Brahimi, Sabtu, terus mendesak Pemerintah Suriah menerapkan gencatan senjata guna memutus siklus pertumpahan darah yang sudah berlangsung 19 bulan.

Gencatan senjata

Brahimi berharap gencatan senjata bisa diterapkan saat libur empat hari dalam rangka Idul Adha mulai 26 Oktober.

”Kami akan berdiskusi dengan pemerintah, partai-partai politik, dan masyarakat sipil di sini tentang situasi di Suriah. Kami akan membicarakan perlunya pengurangan kekerasan saat ini dan apakah mungkin menerapkan gencatan senjata saat Idul Adha,” kata Brahimi, yang tiba di Damaskus, Jumat.

Misi Brahimi itu didukung Amerika Serikat. Departemen Luar Negeri AS menyerukan agar Pemerintah Suriah menghentikan semua operasi militer dan pihak oposisi untuk melakukan hal yang sama.

Damaskus menyatakan siap membicarakan rencana gencatan senjata itu dengan Brahimi. Sementara pihak oposisi menuntut pemerintah mengambil langkah pertama dengan menghentikan semua operasi pengeboman.

Namun, saat Brahimi mulai bertemu Menteri Luar Negeri Suriah Walid Muallem, Sabtu, pertempuran sengit terus terjadi di beberapa bagian Suriah. Pesawat-pesawat tempur rezim Assad kembali melancarkan bombardemen atas kota Maaret al-Numan di utara.

Serangan udara brutal di kota itu, Kamis lalu, menyebabkan 49 warga sipil tewas, sekitar separuhnya adalah anak-anak. Pihak oposisi menuduh pasukan pemerintah menggunakan bom tandan dalam serangan itu.

Menurut organisasi Pemantau Hak Asasi Manusia Suriah (SOHR) yang bermarkas di Inggris, pertempuran juga pecah di ruas jalan bebas hambatan di sebelah selatan Maaret al-Numan. Jalan raya tersebut merupakan jalur utama yang menghubungkan Damaskus dengan Aleppo—kota terbesar dan pusat kegiatan ekonomi Suriah.

Pasukan Damaskus berusaha merebut kembali jalan raya itu dari tangan pemberontak untuk mengembalikan jalur suplai bagi pasukan pemerintah di Aleppo. Mereka juga berusaha membantu sekitar 250 tentara pemerintah yang terkepung pihak oposisi di pangkalan militer Wadi Deif, dekat Maaret al-Numan.

Balasan Turki

Saat perang terus berkecamuk di Suriah, pasukan Turki tak tinggal diam. Hari Jumat, pasukan Turki kembali menembakkan artileri ke arah Suriah setelah dua peluru meriam Suriah mendarat di wilayah Turki.

Menurut laporan di harian Milliyet di Turki, pasukan negara itu telah melancarkan 87 kali tembakan balasan sejak peluru meriam Suriah menewaskan lima warga negara Turki di sebuah kota perbatasan, awal bulan ini.

Akibat serangan balasan tersebut, 12 tentara Suriah tewas. Lima tank dan tiga kendaraan lapis baja Suriah juga hancur.

Surat kabar The Washington Post juga mengabarkan, para pejabat militer AS dan Turki telah membuat rencana cadangan untuk menerapkan zona larangan terbang di Suriah. Kedua negara itu juga membicarakan rencana merebut stok senjata kimia dan biologi milik Suriah. (AFP/Reuters/AP/DHF)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com