Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

AS Serukan Pengawasan Udara

Kompas.com - 17/10/2012, 04:53 WIB

washington, selasa - Amerika Serikat, Senin (15/10), menyerukan semua negara tetangga Suriah agar mengawasi secara cermat ruang udara mereka. Seruan muncul setelah Turki memaksa pesawat sipil Suriah mendarat di Ankara karena diduga membawa peralatan militer dari Rusia.

Suriah berbatasan langsung dengan lima negara, yaitu Turki, Irak, Lebanon, Israel, dan Jordania. Baru Turki yang bertindak tegas memaksa pesawat sipil Suriah, Airbus A320 milik Syrian Air, untuk mendarat di Ankara, Rabu lalu.

AS telah mendukung tindakan Turki saat itu. Juru bicara Departemen Luar Negeri AS Victoria Nuland, mengatakan, ”Setiap pengiriman peralatan militer kepada Suriah menjadi perhatian.”

Nuland menegaskan lagi pernyataannya dan mendesak negara-negara tetangga Suriah melakukan hal yang sama. ”Kami mendorong semua tetangga Suriah agar mengawasi bagaimana wilayah udaranya digunakan, khususnya setelah kita mendapat bukti konkret,” katanya.

Bukti tersebut merujuk pada peralatan yang disita otoritas berwenang di Ankara. Setelah pesawat sipil Suriah didaratkan paksa, aparat menyita 10 peti peralatan militer berupa peralatan komunikasi, termasuk antena pemancar radio serta komponen yang dianggap bagian rudal. Suriah dan Rusia membantah kalau pesawat itu mengangkut barang-barang terlarang.

Perdana Menteri Turki Recep Tayyip Erdogan, Senin, menegaskan, kargo yang disita dari pesawat sipil Suriah itu berisi senjata. Dia mementahkan pernyataan Moskwa bahwa kargo itu berisi peralatan radar resmi. ”Tak dapat diragukan lagi, kargo berisi peralatan perang,” kata Erdogan kepada pers di Ankara.

Menurut AS, Turki telah bersikap tegas dan terukur. Pesawat yang membawa misi kemanusiaan bagi Suriah tetap boleh melintasi Turki, tetapi terlebih dahulu diperiksa. Pesawat bantuan dari Armenia yang terbang untuk misi kemanusiaan diizinkan melintasi udara Turki. ”Dari sudut pandang kami, Turki telah mengambil sikap terukur dan tepat terkait hal ini,” kata Nuland.

Suriah membantah

Rezim Presiden Suriah Bashar al-Assad membantah laporan yang menyebutkan militernya telah memakai bom tandan dalam perang melawan oposisi. Suriah juga disebut sudah tidak memiliki bom tandan sejak lama.

Pernyataan singkat militer Suriah, yang dirilis televisi negara itu, untuk menanggapi laporan Human Rights Watch (HRW) sebelumnya. HRW yang berbasis di AS itu mengatakan, mereka memiliki bukti kuat tentang penggunaan bom tandan oleh rezim Damaskus, termasuk rekaman video tentang sejumlah bom dan fragmentasi bom tandan itu.

”Tentara Arab Suriah tak memiliki senjata jenis itu, dan menegaskan bahwa laporan yang menyebutkan kami memakai senjata itu tidak benar,” kata militer dalam pernyataannya.

Bom tandan berbentuk bom induk yang berisi bom-bom kecil. Saat dijatuhkan dari udara, bom induk langsung membuka dan bom-bom kecil berhamburan sehingga menimbulkan kerusakan luas. Bom ini dilarang di lebih dari 100 negara karena termasuk senjata pemusnah massal.

Ditanya tentang laporan HRW, Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov mengatakan belum tahu pasti kebenarannya. Namun, dia menduga bom itu bisa saja dibuat oleh negara-negara bekas Pakta Warsawa. ”Daerah ini penuh dengan senjata. Senjata sedang dikirim ke Suriah. Sulit memastikan siapa pemasok, jenis senjata, dan dari mana,” kata Lavrov di Luksemburg, Minggu.

Di sisi lain, Washington mengatakan, Hezbollah telah menjadi bagian dari ”mesin pembunuh” rezim Assad. Duta Besar AS untuk PBB Susan Rice mengatakan, para petinggi Hezbollah kini bersama Iran mengatur strategi untuk mempertahankan Assad.

(AFP/AP/REUTERS/CAL)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com