Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mantan Diplomat Jadi Perdana Menteri Baru

Kompas.com - 16/10/2012, 04:35 WIB

Kairo, Kompas - Terpilihnya Ali Zaidan (62) sebagai Perdana Menteri Libya dalam pemungutan suara parlemen Libya, Minggu (14/10) malam, mencerminkan terjadinya pertarungan sengit antara kubu liberalis dan Islamis di Libya pasca-era Moammar Khadafy.

Selisih perolehan suara dalam pemungutan suara itu cukup dekat. Zaidan meraih 93 suara, atau hanya selisih 8 suara dibandingkan pesaingnya, Mohammed al Harari, yang mendapatkan 85 suara. Sebanyak 178 anggota Majelis Nasional Libya berpartisipasi dalam pemungutan suara itu.

Zaidan ditengarai didukung Koalisi Kekuatan Nasionalis (NFA) pimpinan Mahmoud Jibril yang beraliran liberalis. Sementara Harari didukung Partai Keadilan dan Pembangunan (JCP) pimpinan Muhammad Sawan, yang merupakan sayap politik Ikhwanul Muslimin (IM).

Pertarungan antara kubu Islamis dan liberalis di Libya sudah dirasakan sejak pemilu parlemen, Juli lalu. NFA berhasil meraih kursi mayoritas, yakni 39 kursi dari jatah kursi partai sebanyak 80 kursi. Sedangkan JCP hanya memperoleh 17 kursi. Sisa 120 kursi lainnya dari total 200 kursi parlemen adalah jatah calon individu/independen.

NFA dan JCP berlomba menarik simpati anggota Majelis Nasional dari partai kecil dan independen untuk memenangi pemilihan perdana menteri itu.

Sangat berambisi

NFA yang merasa memiliki kursi mayoritas dari jatah partai sangat berambisi untuk memperoleh jabatan perdana menteri. Namun, ambisi NFA sempat terganjal oleh terpilihnya Mustafa Abu Shaghur yang didukung JCP sebagai perdana menteri dalam pemungutan suara awal September lalu. Waktu itu, Shaghur mengalahkan Ketua NFA, Mahmoud Jibril.

Kekalahan Jibril yang hanya terpaut dua suara dari Abu Shaghur saat itu cukup mengejutkan NFA. Loyalis dan simpatisan NFA sempat turun jalan memprotes hasil pemungutan suara di parlemen itu.

NFA kemudian bermanuver untuk menggagalkan Shaghur dengan menolak bergabung dalam pemerintahan yang ia bentuk. NFA juga menggalang kekuatan di parlemen untuk menolak memberikan kepercayaan kepada pemerintahan Shaghur sebagai PM terpilih.

JCP dan NFA sempat beberapa kali berkonsultasi untuk mencari jalan tengah dalam upaya menyelamatkan pemerintah bentukan PM Shaghur. Namun, kedua partai gagal mencapai kesepakatan itu.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com