Meskipun belum ada tanggal resmi, pengamat politik memperkirakan pemilu akan dilangsungkan antara 22 Januari dan 12 Februari. Waktu pastinya akan diputuskan saat parlemen mengawali musim sidang dingin, pekan depan.
Netanyahu mengatakan, keputusannya mempercepat pemilu diambil setelah koalisi pemerintah gagal menyepakati anggaran belanja tahun 2013. Anggaran yang mencakup program penghematan untuk menghadapi krisis ekonomi ini hampir pasti mengundang kemarahan rakyat jika disetujui oleh parlemen.
Namun, banyak pihak yakin alasan utama Netanyahu memajukan pemilu adalah untuk memanfaatkan keunggulannya dalam jajak pendapat. Sejumlah polling menempatkan politisi kelahiran Tel Aviv, 21 Oktober 1949, itu di posisi teratas, mengungguli sejumlah rival potensial untuk jabatan PM.
Dalam jajak pendapat yang dipublikasikan harian Haaretz, Netanyahu mendapat dukungan 35 persen. Dia unggul jauh atas rival terdekatnya, pemimpin Partai Buruh Shelly Yachimovich.
Polling
Koalisi berkuasa, yang mencakup Partai Kemerdekaan beraliran tengah-kanan pimpinan Menteri Pertahanan Ehud Barak, saat ini menguasai jumlah kursi yang sama, 66, di parlemen.
Netanyahu pun berusaha menampilkan diri sebagai satu-satunya harapan rakyat dalam menghadapi ancaman program nuklir Iran dan krisis ekonomi global.
”Kampanye pemilu dimulai dengan Netanyahu dianggap sebagai satu-satunya orang yang pantas menempati posisi PM,” tulis Nahum Barnea dalam artikel berjudul ”Kandidat yang Biasa” di harian Yediot Aharonot.
Menurut Barnea, tak ada pesaing yang sepadan saat ini untuk posisi itu, dan hasil pemilu juga sudah diketahui, baik oleh politisi maupun pemilih. Satu-satunya fokus pemilu adalah pembentukan koalisi pemerintahan yang baru.
”Dalam konteks demokrasi Israel, ini realitas yang patut disayangkan. Pemilih bukan hanya merasa tidak ada yang bisa dipilih, melainkan juga tak ada yang bisa dilawan. Semua orang— kecuali Meretz—bermimpi bergabung dalam pemerintahan Netanyahu,” tulis Barnea, menyebut partai Meretz yang beraliran kiri.
Tak adanya pesaing bagi Netanyahu mengundang mantan PM Ehud Olmert kembali ke kancah politik. Dengan pengalamannya sebagai PM pada 2006-2009, Olmert dianggap sebagai kandidat yang memiliki peluang terbaik untuk menantang Netanyahu.
Hambatan Olmert adalah kasus hukum yang masih membelitnya. Beberapa waktu lalu, Olmert dibebaskan dari tuduhan penyuapan yang membuatnya terguling dari kursi PM. Namun, masih ada sejumlah kasus penyuapan lain yang membuat masa depan politiknya diragukan.
Olmert sangat tidak populer saat menjadi PM. Namun, belakangan mulai menuai dukungan karena banyak orang merasa dia diperlakukan tidak adil dan tuduhan penyuapan tidak terbukti di pengadilan.
”Saya bisa bilang, dia mempertimbangkan untuk kembali. Sistem politik kita memberinya banyak tekanan,” ujar Yisrael Maimon, mantan sekretaris kabinet Olmert, dalam wawancara dengan Radio Militer Israel.(AP/AFP/Reutres/was)