BANGKOK, SELASA -
Menurut aparat kepolisian Thailand, Selasa (9/10), serangan mematikan itu diduga dilakukan oleh anggota kelompok perlawanan.
Situs harian Bangkok Post memberitakan, insiden terbaru terjadi pada Selasa pagi di kawasan perkebunan karet distrik Khok Pho, Pattani. Sepasang suami istri penyadap getah karet berusia 60 tahun tewas setelah disergap dan ditembak dengan senapan AK47 dan pistol kaliber 11 milimeter.
Sehari sebelumnya, sepasang suami istri lain juga tewas dalam serangan serupa. Pasangan muda itu tewas saat mengendarai sepeda motor dan melewati
Sementara itu, di Distrik Yaring, Pattani, Senin sore, juga terjadi serangan bersenjata mematikan. Korban adalah tiga sukarelawan pertahanan. Ketiga korban tewas tertembak di Jalan Ban Muang Wan saat menghentikan mobil mereka dan berbincang di tepi jalan ketika sebuah mobil bak terbuka meluncur mendekati mereka.
Dua orang bersenjata yang berada di bak terbuka langsung memberondong para korban. Belakangan, aparat menemukan sekitar 100 selongsong peluru bertebaran di sekitar lokasi.
Saksi mata mengatakan, para pelaku sempat berhenti untuk mengambil masing-masing sepucuk senapan M16 dan AKA serta dua pucuk pistol yang ada di dalam mobil korban.
Pada hari yang sama, dua pria juga tewas dalam sebuah serangan di Provinsi Yala. Di Provinsi Songkhla, dua pedagang sayuran juga tewas tertembak. Satu orang lagi tewas ditembak di distrik Cho-Airong, Narathiwat, Selasa.
Kawasan Songkhla selama ini dikenal relatif aman dari sejumlah serangan bersenjata kelompok perlawanan. Akan tetapi, sejak bulan April 2012, sedikitnya 15 orang tewas akibat serangkaian serangan bom
Sejak tahun 2004, desakan kelompok perlawanan menguat untuk menuntut otonomi yang diperluas di wilayah yang berbatasan langsung dengan Malaysia tersebut.
Kekacauan yang terjadi memakan banyak korban jiwa. Sekitar 5.300 orang tewas, baik warga Muslim maupun penganut Buddhis, akibat serangan bersenjata dan ledakan bom.
Agustus lalu, Pemerintah Thailand mengatakan telah menggelar perbincangan damai secara informal dengan kelompok pemberontak.
”Namun, sekelompok milisi tidak ingin solusi damai. Mereka mencari cara untuk terus meneror masyarakat. Kami tengah mencari cara mencegah kekerasan yang terjadi, tetapi sampai sekarang belum berhasil,” ujar juru bicara militer kawasan selatan, Kolonel Pramote Prom.(AFP/DWA)