Tripoli, Minggu -
Mosi tidak percaya parlemen ini terjadi hanya beberapa menit setelah PM Abushagur menominasikan 10 menteri baru. Ini adalah nominasi kedua dan percobaan terakhir yang gagal untuk membentuk pemerintahan. Pada percobaan pertama, ia dipaksa menarik semua anggota kabinetnya setelah merebaknya aksi protes.
Dengan demikian, Majelis Nasional Libya perlu memilih seorang PM baru untuk mengakhiri perselisihan dan perang saudara setelah dilengserkannya Khadafy.
Abushagur terpilih sebagai PM oleh parlemen Libya pada 12 September lalu. Pada akhir September, dia mengumumkan kabinetnya yang terdiri atas 29 kementerian.
Namun, kabinet itu tidak mendapat persetujuan Majelis Nasional. Parlemen Libya dan juga publik menilai susunan kabinet pilihan Abushagur itu tak mencerminkan keragaman negeri. Sekitar 150 demonstran dari kota barat Libya, Zawiyah, berbondong-bondong menggelar aksi protes ke parlemen, Kamis lalu.
Kabinet pertama Abushagur itu berisi nama-nama yang tak dikenal publik, dan diketahui terdapat sejumlah anggota Ikhwanul Muslimin. Namun, tak satu pun anggota kabinet berasal dari Aliansi Kekuatan Nasional, koalisi terkemuka kalangan liberal.
Setelah menarik semua calon kabinet yang dia nominasikan, Abushagur diberi waktu 72 jam untuk menominasikan kembali nama-nama baru untuk kabinet, yang diterima oleh Majelis Nasional. Jika tidak, dia menghadapi mosi tidak percaya parlemen.
”Daftar yang pertama memang ada beberapa kesalahan, dan saya bersedia mengoreksinya,” kata Abushagur saat itu. Ia mengatakan, dirinya mendapat tekanan dari sejumlah partai politik yang menginginkan berperan di kementerian tertentu.
Dalam sebuah pernyataan singkatnya di televisi Libya, Al-Wataniya, Abushagur mengaku menghormati keputusan Majelis Nasional sebagai bagian dari demokrasi. Akan tetapi, ia memperingatkan situasi negeri akan tidak stabil bila pemilihan penggantinya memakan waktu terlalu lama.