Chavez (58) sukses mempertahankan dukungan dari kelompok masyarakat miskin yang membuatnya meraih kemenangan telak dalam dua pemilu sebelumnya. Namun, Capriles (40), Gubernur Negara Bagian Miranda, berhasil memperkecil ketinggalan dalam jajak pendapat setelah berkampanye ke seluruh negeri.
Capriles, yang telah menjadi Wali Kota Baruta dalam usia 28 tahun, mampu mempersatukan oposisi menghadapi pemilu ini. Pertentangan kubu oposisi dengan pemerintah begitu kuat sehingga ada kekhawatiran mengenai hasil pemilu dan apa yang terjadi sesudahnya.
Jika Chavez menang, dia mempertahankan kekuasaannya untuk enam tahun ke depan. Chavez bisa mendesakkan peran negara yang lebih besar dalam perekonomian, membatasi pembangkangan, dan terus bersahabat dengan negara-negara yang menentang dominasi Amerika Serikat di dunia.
Sebaliknya, kemenangan Capriles berarti pergeseran radikal kebijakan luar negeri. Kontrol pemerintah atas perekonomian melonggar dan penanaman modal swasta meningkat. Namun, diprediksi terjadi ketegangan selama transisi hingga pelantikan presiden pada Januari 2013.
Sebagian warga Venezuela khawatir apa yang mungkin terjadi kalau terjadi perselisihan setelah pemilu. Mereka menimbun bahan pokok sehari sebelum pemilu, mengantisipasi adanya kekacauan.
”Tak seorang pun percaya orang lain, terutama saingan politik mereka. Kami berada di sebuah negara yang terpecah dan saya rasa Chavez adalah penyebabnya,” kata Maria Villareal, seorang guru dan pendukung Capriles.
Villareal dan penentang Chavez lainnya mengatakan, Chavez mengobarkan perpecahan dengan memberi cap musuh-musuhnya sebagai ”fasis” atau ”neo-Nazi”.
Komentar mereka merujuk pada kampanye terakhir Chavez di Caracas, Kamis. Saat itu, Chavez berseru, ”Kita tidak akan memberikan kesempatan kepada kaum borjuis.”