Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Asap Bikin Napas Sesak

Kompas.com - 25/09/2012, 04:40 WIB

PALEMBANG, KOMPAS - Kabut asap yang merebak di Sumatera Selatan sebulan terakhir ini tidak hanya mengganggu penerbangan, tetapi juga kehidupan masyarakat. Sejumlah warga mengaku sesak napas. Jam kerja dan jadwal sekolah pun bergeser.

Warga Kecamatan Kalidoni, Kota Palembang, Sumatera Selatan, Rosita Permana (45), terpaksa dilarikan ke rumah sakit karena sulit bernapas saat kabut asap menyelimuti kota itu. Perempuan yang mengidap asma itu harus menjalani rawat inap di rumah sakit dengan selang oksigen selama dua pekan. Perawatan ini memakan biaya hingga Rp 5 juta.

”Sebelumnya tidak pernah separah ini. Baru saat kabut asap tebal, mulai mengeluh tak bisa bernapas dan sakit di dada,” kata anaknya, Deny Permana (22), di Palembang, Sumsel, Senin (24/9).

Plt Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan Matdani Nurcik mengatakan, gangguan pernapasan meningkat selama gangguan kabut asap di Sumsel berlangsung. Jumlah pasien infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) di Sumsel selama 1-2 bulan terakhir bertambah 1.500 dari biasanya 30.000 penderita.

”Kabut asap merupakan salah satu faktor pemicu gangguan pernapasan karena mengandung partikel debu dan zat-zat kimia yang dapat berbahaya untuk kesehatan, seperti karbon monoksida, senyawa nitrogen, amonia, dan sulfur,” katanya.

Mengantisipasi dampak kabut asap, Wali Kota Palembang Eddy Santana Putra mengeluarkan surat edaran memundurkan jam kerja dan jam masuk sekolah. Jam kerja mundur dari pukul 07.30-16.00 menjadi 8.00-16.30. Adapun jam sekolah baru dimulai pada pukul 8.00, mundur satu jam dari biasanya. Aturan ini berlaku hingga gangguan kabut asap di Palembang reda.

Ratusan ribu masker telah dibagikan gratis oleh pemerintah daerah serta sejumlah instansi. Warga diimbau tidak keluar rumah saat kabut asap pekat, terutama pada pagi dan malam.

Kepala Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Dinas Kehutanan Sumsel Ahmad Taufik mengatakan, September ini merupakan puncak tertinggi titik api di Sumsel. Selama September terdapat 2.612 titik api yang tersebar di semua kabupaten dan kota di Sumsel. Hal ini terkait aktivitas pembukaan lahan.

Pelayaran di sepanjang Sungai Batanghari, Jambi, terganggu, karena kapal-kapal harus menahan laju. Ketua Asosiasi Pelayaran Nasional (Insa) Jambi Edy Best mengatakan, saat ini kapal barang menurunkan kecepatan menjadi hanya 3 mil per jam (4,83 km per jam). Normalnya, kecepatan kapal bisa mencapai 6 mil per jam.

Sejumlah penerbangan tujuan Jakarta-Jambi terlambat. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Jambi tidak merekomendasikan pendaratan pagi hari karena kepekatan asap.

Sementara itu, kebakaran lahan masih melanda lahan sebelah utara Gunung Lawu di Jawa Timur, kawasan hutan Gunung Sindoro Jawa Tengah, dan Gunung Ciremai Jawa Barat.

(IRE/ITA/BAY/NIK/REK/EGI)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com