KINSHASA, KOMPAS.com — Bagi penggemar komik Tintin, maka sebuah rumah kayu di sebuah jalan sempit di ibu kota Republik Demokratik Kongo, Kinshaha, bisa dianggap rumah sendiri.
Sebab, di rumah ini penuh dengan boneka-boneka kayu yang dicat terang dari komik terkenal asal Belgia itu.
Wajah-wajah familiar terlihat di situ. Tintin dengan rambut kuncungnya, Kapten Haddock dengan jenggot tebalnya, serta tak ketinggalan duet detektif kocak Thompson dan Thomson.
Namun, di saat Kinshasa tengah mempersiapkan diri menjadi tuan rumah KTT Negara-negara Berbahasa Perancis atau Francophone, sejumlah orang berpikir Kongo harus berpaling dari sosok Tintin.
Sebab, dalam salah satu komiknya, yaitu Tintin di Kongo, warga Afrika digambarkan sebagai orang-orang terbelakang dan kekanak-kanakan.
Tintin di Kongo adalah komik pertama petualangan wartawan muda karya George Remi atau lebih dikenal dengan nama Herge. Komik itu diterbitkan pada 1930.
Dalam komik itu dikisahkan Tintin dan anjing kecil putihnya, Snowy, bertualang melawan hewan liar, pemburu, penyelundup permata, dan panglima perang lokal.
Namun, dalam komik itu Herge menggambarkan orang Afrika selalu berbibir tebal dan orang terbelakang. Kini Tintin dianggap sebagai figur budaya negara yang ingin melupakan penjajahan brutal kolonial Belgia itu.
"Tintin adalah komik ciptaan orang Barat yang menunjukkan ketidakpedulian terhadap orang Afrika. Menunjukkan kurangnya pemahaman atas budaya dan nilai-nilai kami,"kata Direktur Museum Kongo Profesor Joseph Ibongo Gilungule.
Daripada "menyembah" Tintin, Ibongo mendesak agar warga negeri itu menghormati kekayaan budaya negeri yang memiliki sedikitnya 250 etnis itu.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.