Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jerman Responsif Sikapi Fukushima

Kompas.com - 21/09/2012, 03:27 WIB

Bencana Fukushima mengubah pandangan dunia akan nuklir. Di Jerman, satu juta pelanggan menyetop sambungan listrik berbasis nuklir, berpaling pada energi ramah lingkungan. Pemerintah setempat juga memastikan akan menutup semua reaktor nuklir paling lambat pada tahun 2022. Demikian halnya Jerman. Akankah dunia sepenuhnya bakal berpaling dari nuklir?

Hanya sebulan setelah ledakan reaktor nuklir Fukushima di Jepang menyusul gempa dan tsunami pada Maret 2011, Pemerintah Jerman akhirnya berbulat tekad untuk menghentikan seluruh aktivitas reaktor hingga tahun 2021. Jumlah reaktor di negeri ini mencapai 17 unit.

Hanya tiga reaktor yang masih boleh beroperasi selama satu tahun mulai 2021 apabila masa transisi membangun infrastruktur energi ramah lingkungan berjalan lambat. Dengan demikian, tak satu pembangkit nuklir pun beroperasi lagi di Jerman pada tahun 2022.

”Secara bertahap, penggunaan energi nuklir dikurangi hingga berhenti total tahun 2022,” kata Laure Kaelble, Expert for Federal Ministry for the Environment, Nature Conservation, and Nuclear Safety of Germany, di Berlin, Jumat (13/7).

Kaelble membenarkan bahwa bencana Fukushima merupakan pemicu keputusan Jerman untuk meninggalkan energi nuklir. Tahun lalu, Jerman masih memanfaatkan energi ini sekitar 18 persen dari total suplai listrik. Pemanfaatan listrik di Jerman mencapai 80 gigawatt (GW), sebagian besar bersumber dari energi fosil dan nuklir. Minyak bumi mencapai 32 persen, batubara 26 persen, gas alam 23 persen, dan nuklir hampir 10 persen, baik melalui produksi 17 reaktor maupun impor dari Perancis. Suplai energi terbarukan, seperti tenaga angin dan matahari, masih sekitar 10 persen.

Pemutusan sambungan listrik asal nuklir telah dilakukan lebih dari satu juta sambungan, secara bergelombang sejak tahun lalu. Kerugian atas keadaan ini mencapai 300 juta euro.

Tidak hanya pemutusan sambungan listrik, unjuk rasa penolakan nuklir juga berlangsung di sejumlah daerah. Saat Kompas berkunjung ke Freiburg, kota di bagian selatan Jerman, bulan lalu, puluhan warga berdemo di pusat kota. Mereka bersama-sama tanda tangan menolak reaktor nuklir. Warga mendesak Pemerintah Jerman menutup semua reaktor yang masih tersisa untuk menghindari kemungkinan terjadinya bencana serupa di wilayah itu.

Paling responsif

Dibandingkan dengan negara-negara Eropa lainnya, Jerman boleh dibilang paling responsif menyikapi bencana nuklir Fukushima. Keinginan untuk keluar dari nuklir sebenarnya juga sudah dimulai sejak periode kepemimpinan kanselir terdahulu, Gerhard Schröder. Schröder menyatakan tekad keluar sepenuhnya dari energi nuklir pada tahun 2022. Namun, keputusan ini sempat dicabut kanselir berikutnya, Angela Merkel, dengan alasan besarnya kebutuhan akan listrik. Merkel baru berubah sikap setelah terjadi bencana Fukushima.

Jerman kini memasang target besar untuk mengolah energi terbarukan dalam pemenuhan kebutuhan listrik nasional. Pada tahun 2050, tidak akan ada lagi pemanfaatan nuklir maupun fosil dan gas, termasuk mengimpor listrik berbasis nuklir dari Perancis, sebagaimana yang masih berlangsung hingga sekarang. Dengan kata lain, produksi listrik sepenuhnya dihasilkan dari energi terbarukan.

Kaelble mengatakan, pembangunan pembangkit listrik bertenaga angin di kawasan pesisir akan digenjot, dengan demikian pasokan energi terbarukan pada tahun 2020 akan meningkat menjadi 35 persen. Target berikutnya, porsi pemanfaatan energi terbarukan naik menjadi 50 persen pada 2030, dan akhirnya 100 persen pada 2050. Pada saat itu, kebutuhan listrik masyarakat mencapai sekitar 100 GW, dapat sepenuhnya dipenuhi melalui kincir angin dan air serta pemanfaatan tenaga surya.

Saat ini, sebanyak 22.287 turbin telah menghasilkan 30 GW listrik. Pada tahun lalu pihaknya menyelesaikan pembangunan 89 turbin baru yang menambah energi sebesar 2 GW. Sebanyak 179 turbin tua juga diganti baru yang berkapasitas lebih besar.

(Irma Tambunan)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com