Presiden Barack Obama dan Presiden Majelis Nasional Libya Mohamed el-Magariaf, Rabu malam, sepakat menggelar investigasi terkait serangan itu. Stevens dan tiga anggota staf kedubes tewas akibat diserang massa pengunjuk rasa di depan kantor Konsulat AS di Benghazi.
Stevens tewas dalam kunjungan singkat ke kantor Konsulat AS di Benghazi. Pria yang baru 4 bulan jadi Dubes AS untuk Libya itu berlindung bersama anggota staf informasi Sean Smith ketika tempat mereka berlindung turut terbakar diserang massa yang membawa senjata otomatis dan roket peluncur granat.
Massa memprotes beredarnya film berisi penghujatan terhadap nabi di AS dan situs sosial Youtube. Smith ditemukan tewas di lokasi, sedangkan Stevens diketahui tewas di rumah sakit.
Obama berjanji melakukan penyelidikan menyeluruh setelah muncul dugaan bahwa serangan itu telah direncanakan oleh kelompok garis keras di Libya. Pada saat bersamaan, Obama memperkuat pengamanan kantor perwakilannya di seluruh dunia.
Seorang pejabat senior AS menambahkan, serangan itu tampak menggunakan unjuk rasa sebagai awal untuk melakukan serangan. ”Jelas ada sebuah rencana serangan yang kompleks,” ujarnya.
”Presiden AS menjelaskan, kita harus bekerja sama melakukan apa pun yang diperlukan untuk mengidentifikasi pelaku dan membawa mereka ke pengadilan. Kedua presiden sepakat bekerja sama dalam penyelidikan ini,” demikian pernyataan resmi Gedung Putih.
”Ini merupakan sebuah rencana besar yang kompleks. Para penyerang tampaknya telah menyiapkan dan menggunakan unjuk rasa ini sebagai pengalih,” kata pejabat Gedung Putih.
Obama juga meminta Presiden Mesir Muhammad Mursi waspada terkait protes serupa di Kairo. Mesir ”harus bekerja sama dengan AS dalam menjaga keamanan fasilitas diplomatik dan staf kedutaan”.
”Presiden Obama menambahkan, dia menolak tudingan tentang adanya upaya melecehkan Islam. Presiden menekankan, tidak pernah ada pembenaran atas aksi kekerasan yang menyasar orang-orang tak berdosa dan semua tindakan yang membahayakan personel dan fasilitas AS,” kata Gedung Putih.
Menurut Ketua Dewan Komite Intelijen AS Mike Rogers, serangan atas fasilitas konsulat AS di Benghazi itu ”terencana, terkoordinasi, dilaksanakan dengan gaya militer yang rapi”. Namun, Sekretaris Pers Gedung Putih Jay Carney mengatakan masih terlalu dini menilai serangan itu terencana.
”Saya tahu pasti, kasus ini sedang diselidiki. Kami bekerja sama dengan Pemerintah Libya dalam hal itu. Pada saat ini, saya tidak ingin berspekulasi atas insiden itu,” kata Carney.
Tidak lama setelah insiden serangan di Benghazi, AS langsung unjuk kekuatan. Pentagon menggeser dua kapal perang ke pantai Libya. Satu kapal perusak, yakni USS Laboon, berpindah posisi ke pantai, Rabu. Kapal perusak USS McFaul dalam perjalanan dan menuju lepas pantai Libya dalam beberapa hari.
Pejabat militer AS mengatakan, kapal yang mengangkut rudal jelajah Tomahawk itu tidak memiliki misi tertentu. Namun, komandan kedua kapal itu dapat bersikap fleksibel dalam menanggapi setiap misi yang diperintahkan oleh presiden.
Menteri Luar Negeri Perancis Laurent Fabius mengatakan, Paris ikut berdukacita atas insiden Benghazi dan mengecam serangan terhadap Stevens dan stafnya. AS dan Perancis, katanya, adalah pelopor dalam mendukung gerakan prodemokrasi Libya yang menyebabkan jatuhnya Moammar Khadafy.
Stevens dan timnya selama ini bekerja keras untuk memperkuat supremasi hukum, demokrasi, dan perdamaian bagi Libya baru.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.