Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Alternatif Baru Kerja Sama Globalisasi

Kompas.com - 09/09/2012, 03:02 WIB

 Rene L Pattiradjawane

Resesi yang berkepanjangan sejak tahun 2008 akibat rontoknya sistem keuangan Amerika Serikat dan krisis zona euro memberikan makna baru bagi berbagai organisasi kerja sama multilateral, terutama Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik. Berbagai gagasan memperbaiki tata ekonomi dan keuangan global mempunyai nuansa baru, seperti ekonomi hijau, ekonomi biru, dan lainnya, termasuk kesadaran akan ancaman keamanan energi dan pangan.

Dalam mekanisme perdagangan multilateral, para menteri perdagangan anggota Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (APEC) mulai memberikan makna bagi ekonomi hijau melalui pengurangan hambatan tarif yang setidaknya memiliki berbagai tujuan penting. Tujuan pertama adalah ancaman lingkungan menjadi persoalan genting menghadapi perubahan iklim global yang berdampak langsung terhadap tata niaga perdagangan dan mekanisme ekonomi global.

Tujuan kedua, di tengah resesi ekonomi akibat krisis keuangan yang masih menghadapi jalan buntu di kawasan Amerika Utara dan Eropa, pertemuan para menteri APEC setidaknya masuk ke dalam mekanisme ekonomi baru melalui berbagai inovasi teknologi. Di antaranya memperkenalkan produk ramah lingkungan, seperti kendaraan hibrid, solar panel sebagai pengganti energi terbarukan, dan produk tanaman yang ramah lingkungan, yang menguntungkan negara maju dan negara berkembang.

Ketiga, berbagai kesepakatan dan isu yang disinkronisasikan dalam pertemuan para menteri APEC di Vladivostok, Rusia, merupakan langkah maju bagi organisasi multilateral ini. Hal itu menjadi penting untuk meredam ambisi Kemitraan Trans- Pasifik (TPP) yang condong eksklusif dan mudah dibaca sebagai upaya mengucilkan dan mengepung China sebagai raksasa ekonomi dan perdagangan dunia.

Kita sendiri berharap KTT APEC—yang dihadiri beberapa kepala negara dan pemerintahan di kawasan Asia-Pasifik akhir pekan ini—menghadirkan nuansa baru dalam menghadapi kebuntuan resesi global yang mengancam perekonomian sejumlah negara. Liberalisasi ekonomi dan perdagangan di kawasan paling dinamis di dunia ini setidaknya memberikan pengertian baru tentang model kerja sama yang bisa disepakati sejumlah negara menopang kepentingan semua pihak.

Cengkeraman pengaruh

Kerja sama dalam KTT APEC juga memberikan pengertian baru tentang perlunya meredam persaingan dan konflik yang bisa mengarah pada situasi seperti Perang Dingin di bidang politik dan militer. Lingkungan ”perang dingin” di bidang ekonomi dan perdagangan, seperti yang ingin ditonjolkan Washington dengan cengkeraman pengaruhnya di kawasan Asia-Pasifik melalui TPP, akan menghambat pemulihan ekonomi dan perdagangan di tengah resesi yang berkepanjangan sekarang ini.

Ada beberapa hal yang perlu kita pahami bersama ketika semua negara dunia diharuskan melakukan kerja sama optimal bagi kesejahteraan dan kepentingan bersama. Bagi berbagai negara di kawasan Asia-Pasifik, termasuk Rusia sebagai tuan rumah KTT APEC yang berupaya ke luar dari dilema krisis zona euro, kemiskinan hanya bisa diatasi secara bersama.

Apa pun argumentasi tentang perjanjian dengan standar tinggi dalam pandangan TPP yang dipelopori AS, hal itu akan memberikan jarak pemisah kesenjangan yang menghambat penuntasan kemiskinan di beberapa negara, termasuk negara maju. Bagi kita, kemiskinan akan selalu menjadi persoalan di kawasan pedesaan dan mayoritas mereka yang miskin akan selalu hidup di kawasan pedesaan selamanya.

Ini yang terjadi di China, India, Indonesia, serta negara-negara di kawasan Afrika dan Amerika Latin. Dengan demikian, ambisi bipolar atau unipolar sekalipun dalam ekonomi dan perdagangan global tentang penghambatan atas koherensi peraturan, investasi, ataupun hak cipta akan dengan mudah mengatasnamakan kepentingan global ketimbang mencari solusi bersama menghadapi ancaman kemiskinan, perubahan iklim, serta keamanan pangan dan energi.

Globalisasi pada abad ke-21 mengajarkan modernisasi yang sekarang menjadi tujuan pertumbuhan ekonomi nasional di mana-mana memerlukan investasi dan alih teknologi. Di lingkungan APEC, sumber-sumber modernisasi ada di negara-negara tetangganya masing-masing dan pengalaman tiap-tiap kekuatan nasional bisa menjadi inspirasi bagi banyak negara, seperti yang terjadi di China, India, Jepang, dan Korea Selatan.

Keuntungan regional

Di sisi lain, kita pun harus memberikan perhatian khusus atas peringatan yang disampaikan Menteri Luar Negeri RI Marty Natalegawa tentang ancaman keamanan pangan ketika dunia menghadapi krisis pangan akibat kekeringan di mana-mana. Krisis pangan akan langsung berdampak pada perekonomian nasional negara-negara APEC bila kerja sama tidak bisa mengantisipasi ketahanan pangan ini.

Produksi pangan global dewasa ini berasal dari 1,5 miliar hektar tanah yang bisa ditanami, mencakup sekitar 12 persen dari keseluruhan tanah global. Dari jumlah itu, 1,1 miliar hektar mengandalkan curah hujan tanpa sistem irigasi. Menurut Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO), wilayah pertanian yang mengandalkan curah hujan hanya 80 persen dari wilayah fisik pertanian yang menghasilkan sekitar 60 persen makanan pokok dunia.

Kekeringan yang terjadi di berbagai belahan dunia menyebabkan harga bahan pangan pokok di seluruh dunia meningkat secara drastis. Gagalnya panen membuat pasokan ketersediaan pangan menurun. Tanpa integrasi kerja sama ekonomi dan perdagangan, bisa dipastikan krisis pangan akan menyengsarakan siapa saja.

Kegagalan Putaran Doha menyangkut masalah perbaikan akses petani ke pasar negara-negara kaya tidak berhasil keluar dari tenggat yang ditetapkan Desember 2011. Organisasi APEC bisa menjadi alternatif regional untuk mencapai kesepakatan multilateral, setidaknya mengantisipasi ancaman krisis pangan yang sudah di ambang pintu.

Mekanisme kerja sama ini bisa mengikuti contoh yang dilakukan dalam kerja sama ketahanan energi China-Rusia, baik melalui pembangunan jaringan pipa energi Trans Siberia maupun proyek kapal pemecah es Xue Long (Naga Salju) di Kutub Utara, yang diproyeksikan para penguasa China untuk ke luar dari Dilema Malaka.

Alternatif regional dalam kerja sama APEC ini akan menjadi pilihan menarik walaupun masih ada tuduhan-tuduhan kalau kesepakatan regional dianggap lebih menguntungkan mereka yang berada di dalam kawasan ketimbang mereka yang di luar kawasan.

Mekanisme kerja sama ini mengajarkan kita bahwa keuntungan global tercapai kalau satu sama lain bisa menyesuaikan diri. Multilateralisme seperti ini yang membawa kita semua ke luar dari krisis keuangan Asia 1997 dan menghasilkan Inisiatif Chiang Mai, sesuatu yang tidak dipahami para pengambil kebijakan di AS ataupun Eropa.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com