Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Masuk Suriah ala Informan

Kompas.com - 21/08/2012, 09:05 WIB
Oleh: MUSTHAFA ABD RAHMAN


Perbatasan Suriah-Turki yang memiliki panjang sekitar 900 kilometer kini praktis ibarat tanah tak bertuan. Pasukan perbatasan Suriah sudah tidak terlihat sama sekali. Pemerintah Turki juga memperlonggar kontrolnya di perbatasan menyusul sikap Ankara yang memberikan dukungan penuh pada revolusi rakyat Suriah. Di Turki bahkan kini beredar rumor, semua barang termasuk senjata bisa diselundupkan ke Suriah melalui jalur ilegal.

Kondisi pengawasan yang longgar di perbatasan itu dirasakan langsung oleh Kompas saat menyeberang ke Suriah, Kamis, 16 Agustus.

Bermula dari telepon rekan wartawan harian Zaman, Turki, Mohamed Asif, sekitar pukul 13.00. Asif meminta Kompas segera menemui seorang warga Suriah bernama Yusuf di kamp pengungsi Bohsin, dekat kota Reyhanli. ”Yusuf yang akan mengawal Anda masuk ke Suriah hari ini juga,” ujar Asif.

Dengan mengenakan rompi antipeluru, menaiki mobil Hyundai sewaan berwarna putih yang dikemudikan Zakaria, kami segera meluncur menuju kamp pengungsi Bohsin, sekitar 30 kilometer arah timur kota Antakya.

Setiba di depan kamp pengungsi Bohsin, seorang lelaki berperawakan cukup kekar yang mengenakan celana jeans dan kaus warna hijau serta rompi telah menunggu. Lelaki kekar itu memperkenalkan diri sebagai Yusuf, yang langsung menghampiri kursi pengemudi. Yusuf meminta agar dia yang memegang kemudi untuk membawa mobil menuju perbatasan.

”Sekarang kita mulai perjalanan menuju Suriah,” kata Yusuf.

Mobil yang dikemudikan Yusuf melaju cepat menuju Reyhanli, kemudian menyelusuri jalan sempit yang di beberapa tempat lebarnya tak lebih dari 3 meter dan berliku-liku di perkampungan kota Reyhanli.

Di tengah perkampungan itu, dua warga Suriah bernama Abdul Hakim (30) yang berasal dari kota Hama dan Safwan Masri (33) dari Jish al Shugur bergabung. Mereka menumpang mobil kami untuk ikut bersama menyeberang ke Suriah. Yusuf kemudian menghentikan mobil lagi di depan toko kecil dan meminta Kompas membeli makanan dan minuman untuk bekal. Menurut Yusuf, makanan dan kebutuhan pokok sulit diperoleh di Suriah.

Mobil lalu meluncur lagi hingga tiba di suatu tempat di batas kota Reyhanli. Di depan kami terlihat pemandangan bukit bebatuan kecil serta pagar kawat berduri yang memisahkan Turki dan Suriah.

Yusuf menghentikan mobil dan meminta kami turun. Perjalanan dilanjutkan dengan berjalan kaki menyusuri bukit bebatuan itu. Di tempat tersebut sudah terlihat beberapa warga Suriah yang tampaknya menggunakan jalur itu untuk keluar masuk Suriah-Turki.

Menerobos

Pagar kawat berduri yang menjadi batas kedua negara sudah jebol dan kami menerobos lewat sela-sela kawat berduri itu. Hanya dalam hitungan detik, kami sudah berada di wilayah Suriah. Saat itu sekitar pukul 15.00 dan kami naik mobil pikap, yang kebetulan berada di sisi Suriah, mengantar warga Suriah yang saat itu akan menyeberang ke Turki.

”Ini namanya jalan gelap. Ada puluhan jalan ilegal seperti ini di perbatasan Suriah dan Turki. Jalan ilegal ini marak setelah berkobar revolusi Suriah. Pemerintah Turki mengetahui jalur ilegal itu, tetapi membiarkannya. Ini jalan ilegal yang semi- dilegalkan oleh Pemerintah Turki,” kata Yusuf sambil tertawa.

Menurut Yusuf, sekitar 80 persen arus lalu lintas manusia dan barang antara Suriah dan Turki kini melalui jalan ilegal.

Saat Yusuf bercerita, pikap itu melaju melewati kebun zaitun yang rindang, melewati jalan tanah liat selebar 3 meter. Sekitar 10 menit kemudian, mobil mulai masuk ke jalan beraspal yang juga sempit. Tak berapa lama terlihat permukiman dan bangunan di sebuah kota kecil. ”Itu kota Atma mulai terlihat,” kata Yusuf.

Tak lama mobil yang kami tumpangi masuk ke kota Atma yang terletak di atas perbukitan. Kota ini berjarak hanya sekitar 7 kilometer dari perbatasan dengan Turki. Di Indonesia, Atma tak lebih seperti kota kecamatan. Jumlah penduduk kota ini semula hanya sekitar 5.000 jiwa. Namun, seiring dengan banyaknya pengungsi dari kota-kota lain di Suriah yang transit di kota itu, kini penduduknya mencapai lebih dari 15.000 jiwa.

Kami kemudian menuju bekas kantor polisi yang sekarang dijadikan kantor dewan revolusi kota Atma.

Kepala kantor dewan revolusi yang bernama Abu Mustafa (45) menyambut kami dengan sapaan Ahlan wasahlan fi Suriah (Selamat datang di Suriah).

Di tengah perbincangan, tak terasa matahari mulai terbenam dan tiba saat berbuka puasa. Kami berbuka puasa seadanya dengan air, kurma, dan roti gandum.

Listrik mati

Penerangan listrik di kota Atma sering mati. Malam itu keadaan gelap gulita. Gemerlap lampu kota Reyhanli yang terlihat dari Atma menjadi satu-satunya hiburan hati. Karena tak ada fasilitas penginapan dan sulitnya bahan pangan di Atma, malam itu juga kami memutuskan kembali ke Turki.

Sekitar pukul 21.00, ada sembilan orang yang bersama Kompas menaiki pikap ke perbatasan, termasuk seorang ibu dan dua anaknya, Nour (9) dan Ahmed (11).

Di tengah kegelapan malam, mobil itu menyelusuri kebun zaitun dan akhirnya sampai ke dekat pagar kawat berduri. Kami kembali berjalan kaki dan menerobos celah pagar yang dilewati pada siang harinya.

Sesekali kami tiarap di bawah pohon jika ada sorotan lampu, khawatir ada polisi. Yusuf lalu menelepon temannya agar menjemput kami. Tak berapa lama, pikap lain tiba di tempat yang dijanjikan dan kami semua melompat ke mobil itu untuk segera kembali ke Reyhanli.

Itulah perjalanan selama 6 jam di Atma, Suriah. Maraknya jalur ilegal dari Turki ke Suriah saat ini melahirkan peluang bisnis yang menggiurkan, baik bagi warga Suriah maupun Turki. Kini di hotel-hotel kota Antakya sering berkeliaran pemuda Suriah atau Turki yang menawarkan jasa pengawalan menyeberang ke Suriah lewat jalur ilegal. Imbalan yang diminta bervariasi, mulai dari 400 dollar AS hingga 1.500 dollar AS.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com