KOMPAS.com - Somalia bisa kembali lagi ke titik nadir andai mengabaikan peringatan Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon terkait intimidasi dan kekerasan yang mengancam pemilihan anggota parlemen negeri itu.
Menurutnya, sebagaimana warta AFP pada Selasa (14/8/2012), Dewan Keamanan PBB akan mengambil tindakan tegas terhadap kelompok atau pribadi yang mengganggu rekonsiliasi Somalia. Hingga 20 tahun ini, Somalia tak memiliki pemerintahan stabil.
Mandat pemerintah peralihan yang dilanda korupsi berakhir 20 Agustus dan pada waktu itu tokoh-tokoh yang mewakili seluruh suku dan faksi Somalia akan memilih satu parlemen untuk menyelenggarakan pemilu penuh. Tetapi pembunuhan-pembunuhan politik, tuduhan-tuduhan korupsi meningkat dalsm pekan-pekan belakangan ini.
PBB dan Uni Eropa menyatakan kecemasan mereka sementara Menlu AS Hillary Clinton melakukan perundingan dengan para pemimpin Somalia ketika berada di Nairobi pekan lalu.
"Ban sangat prihatin atas tertundanya pemilihan parlemen baru Somalia," kata juru bicaranya Martin Nesirky, yang menyatakan tindakan-tindakan intmidasi dan aksi kekerasan baru-baru ini seharusnya tidak membahayakan transisi itu.
"Ia menyerukan para pemimpin politik Somalia, para pemuka tradisional dan partai-partai politik lainnya melepaskan perselisihan dan bertindak untuk kepentingan terbaik rakyat Somalia," kata Nesirky.
Ban mengatakan tugas para tokoh harus memproses satu suasana bebas dari intimidasi, pemaksaan dan korupsi.
"Satu komite teknis juga sedang menggodok pemilihan parlemen juga harus mengizinkan melaksanakan tugasnya secara bebas dan tidak memihak, tanpa khawatir akan balas dendam," tambah Nesirky.
Pemerintah transisi Somalia telah dibantu oleh pasukan Uni Afrika yang menempatkan lebih dari 15.000 tentara yang memerangi gerilyawan Shabaab. Somalia juga dilanda aksi perompakan dan kejahatan yang meluas.