Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perdagangan Ikan Hiu Marak

Kompas.com - 14/08/2012, 04:52 WIB

Jakarta, Kompas - Pengawasan terhadap perdagangan komoditas ikan hiu masih lemah. Hingga kini, hampir tidak ada pengendalian terhadap penjualan sirip hiu sehingga penangkapan spesies predator ini semakin marak di perairan Nusantara.

Demikian dikemukakan Direktur Sumber Daya Ikan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Agus Budiman, di Jakarta, Senin (13/8). Dia mengatakan bahwa pihaknya segera mengusulkan kepada Kementerian Perdagangan untuk mengendalikan perdagangan hiu.

”Selama ini, perdagangan hiu tidak diawasi dan hampir tidak ada larangan untuk penjualan sirip hiu jenis apa pun. Kami mendorong Kementerian Perdagangan untuk memberikan kuota yang membatasi perdagangan hiu,” ujarnya.

Beberapa jenis hiu yang sudah dilarang ditangkap antara lain whale shark dan treasure shark. Sementara itu, cucut martil, dan hammerhead (hiu kepala martil) sudah diusulkan untuk masuk golongan satwa terancam (The Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora/CITES). Meskipun sudah ada larangan, penangkapan hiu terus marak. Sebagian hiu yang ditangkap kemudian diekspor.

Meningkat

Berdasarkan data dari Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM-KKP), penjualan sirip hiu terus meningkat. Tahun 2011, penjualan sirip hiu mencapai 315 ton. Sebagian sirip hiu dipasok ke China.

”Padahal, bobot sirip hiu kering hanya 1 persen dari bobot ikan. Dengan banyaknya penjualan sirip hiu kering, dapat dipastikan banyak sekali hiu yang dibantai,” ujar Agus.

Ia menambahkan, keuntungan dari penjualan hou mencapai Rp 115 juta per kilogram. Adapun yang diuntungkan dari hasil penjualan sirip ikan hiu adalah pedagang, bukan nelayan.

Nelayan kecil umumnya menjual hiu sebagai tangkapan sampingan dengan harga rendah ke pedagang.

”Sebaliknya, perburuan hiu banyak dilakukan oleh nelayan kapal besar dengan pemodal besar. Diperlukan koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah untuk mengerem hal itu,” tutur Agus.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com