Demikian dikemukakan Direktur Sumber Daya Ikan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Agus Budiman, di Jakarta, Senin (13/8). Dia mengatakan bahwa pihaknya segera mengusulkan kepada Kementerian Perdagangan untuk mengendalikan perdagangan hiu.
”Selama ini, perdagangan hiu tidak diawasi dan hampir tidak ada larangan untuk penjualan sirip hiu jenis apa pun. Kami mendorong Kementerian Perdagangan untuk memberikan kuota yang membatasi perdagangan hiu,” ujarnya.
Beberapa jenis hiu yang sudah dilarang ditangkap antara lain whale shark dan treasure shark. Sementara itu, cucut martil, dan hammerhead (hiu kepala martil) sudah diusulkan untuk masuk golongan satwa terancam (The Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora/CITES). Meskipun sudah ada larangan, penangkapan hiu terus marak. Sebagian hiu yang ditangkap kemudian diekspor.
Berdasarkan data dari Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM-KKP), penjualan sirip hiu terus meningkat. Tahun 2011, penjualan sirip hiu mencapai 315 ton. Sebagian sirip hiu dipasok ke China.
”Padahal, bobot sirip hiu kering hanya 1 persen dari bobot ikan. Dengan banyaknya penjualan sirip hiu kering, dapat dipastikan banyak sekali hiu yang dibantai,” ujar Agus.
Ia menambahkan, keuntungan dari penjualan hou mencapai Rp 115 juta per kilogram. Adapun yang diuntungkan dari hasil penjualan sirip ikan hiu adalah pedagang, bukan nelayan.
Nelayan kecil umumnya menjual hiu sebagai tangkapan sampingan dengan harga rendah ke pedagang.
”Sebaliknya, perburuan hiu banyak dilakukan oleh nelayan kapal besar dengan pemodal besar. Diperlukan koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah untuk mengerem hal itu,” tutur Agus.