Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tahun Depan, Dunia Terancam Krisis Pangan

Kompas.com - 09/08/2012, 02:58 WIB

CHICAGO, SELASA - Kekeringan yang meluas di Amerika Serikat, ditambah gelombang panas di Eropa timur dan musim hujan yang lemah di India, berisiko memicu krisis pangan dan lonjakan inflasi global tahun depan. Kondisi ini akan menambah kekhawatiran di negara-negara kekuatan ekonomi baru, seperti India dan China, yang sedang berjuang menahan laju inflasi.

Departemen Pertanian AS (USDA) pekan ini diperkirakan menurunkan lagi perkiraan jumlah panen tanaman jagung sebesar 15 persen. USDA juga diduga akan memotong perkiraan produksi kedelai tahun ini sebesar 8 persen.

Penurunan perkiraan produksi jagung ini adalah yang kedua setelah Juli lalu USDA telah memangkas prediksi jumlah panen jagung sebesar 12 persen.

Dengan pemangkasan prediksi ini, produksi jagung di AS tahun ini diperkirakan hanya akan mencapai 11.026 miliar gantang. Sementara produksi kedelai turun menjadi 2.806 miliar gantang.

Pengamat pertanian Michael Cordonnier memperkirakan, luasan lahan jagung yang akan dipanen tahun ini hanya berkisar 34 juta hektar, dari prediksi semula hampir 36 juta hektar.

Penurunan perkiraan produksi ini akan membuat harga jagung dan kedelai kembali naik.

Harga jagung pada bursa berjangka di Dewan Perdagangan Chicago telah naik 50 persen dalam dua bulan terakhir. Sementara harga kedelai telah naik 30 persen sejak pertengahan Juni meski saat ini harga kedelai tak lagi setinggi bulan lalu setelah hujan mulai turun di sebagian kawasan pertanian Midwest.

Perubahan harga ini akan memiliki dampak global. ”Jika perkiraan produksi jagung dan kedelai, menurut USDA, berada jauh di bawah ekspektasi pasar, kemungkinan akan ada dampak negatif terhadap China dan laju inflasinya,” tutur Rich Feltes, analis komoditas pertanian di perusahaan pialang komoditas berjangka RJ O’Brien di Chicago, AS, Selasa (7/8).

Kondisi global ini diperparah dengan gelombang cuaca kering di kawasan Eropa timur, yang mengancam produksi gandum di negara-negara eksportir utama, seperti Rusia dan Kazakstan.

Prospek kekurangan pangan makin bertambah setelah para petani Argentina diduga akan mengurangi luas lahan yang ditanami jagung sebesar 20 persen tahun depan.

Dalam laporan bursa komoditas Buenos Aires Grains Exchange, yang dirilis Selasa, disebutkan, kapasitas para petani Argentina menurun setelah terjadi kekeringan parah Desember 2011-Januari 2012. Argentina adalah eksportir jagung terbesar kedua di dunia setelah AS.

Krisis global

Dalam laporan kepada para kliennya, bank investasi Goldman Sachs menyatakan, produksi gandum dunia pada musim tanam 2012/2013 akan berada di bawah perkiraan USDA saat ini sebesar 665 juta ton. Produksi gandum bahkan bisa mencapai titik terendah sejak periode 2007/2008.

”Kondisi cuaca yang memburuk, potensi pembatasan ekspor dari negara-negara bekas Uni Soviet, dan kenaikan permintaan berisiko menurunkan cadangan gandum dunia lebih cepat dari perkiraan kita. Kondisi seperti itu dalam situasi permintaan pangan yang tidak elastis akan mendorong harga gandum melonjak melebihi harga jagung,” ungkap laporan tersebut.

Semua itu, ditambah perkiraan Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) bahwa produksi beras India juga akan turun, dikhawatirkan akan memicu krisis pangan seperti yang terjadi tahun 2008, yang waktu itu memicu kerusuhan di 30 negara.

Pada gilirannya, tidak hanya harga biji-bijian yang naik, tetapi juga produk makanan hewani. ”Harga telur dan daging unggas akan naik, diikuti harga susu, daging babi, dan daging sapi,” tutur Scott Irwin, profesor ekonomi pertanian dari University of Illinois di Urbana-Champaign.(REUTERS/DHF)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com