CHICAGO, SELASA
Departemen Pertanian AS (USDA) pekan ini diperkirakan menurunkan lagi perkiraan jumlah panen tanaman jagung sebesar 15 persen. USDA juga diduga akan memotong perkiraan produksi kedelai tahun ini sebesar 8 persen.
Penurunan perkiraan produksi jagung ini adalah yang kedua setelah Juli lalu USDA telah memangkas prediksi jumlah panen jagung sebesar 12 persen.
Dengan pemangkasan prediksi ini, produksi jagung di AS tahun ini diperkirakan hanya akan mencapai 11.026 miliar gantang. Sementara produksi kedelai turun menjadi 2.806 miliar gantang.
Pengamat pertanian Michael Cordonnier memperkirakan, luasan lahan jagung yang akan dipanen tahun ini hanya berkisar 34 juta hektar, dari prediksi semula hampir 36 juta hektar.
Penurunan perkiraan produksi ini akan membuat harga jagung dan kedelai kembali naik.
Harga jagung pada bursa berjangka di Dewan Perdagangan Chicago telah naik 50 persen dalam dua bulan terakhir. Sementara harga kedelai telah naik 30 persen sejak pertengahan Juni meski saat ini harga kedelai tak lagi setinggi bulan lalu setelah hujan mulai turun di sebagian kawasan pertanian Midwest.
Perubahan harga ini akan memiliki dampak global. ”Jika perkiraan produksi jagung dan kedelai, menurut USDA, berada jauh di bawah ekspektasi pasar, kemungkinan akan ada dampak negatif terhadap China dan laju inflasinya,” tutur Rich Feltes, analis komoditas pertanian di perusahaan pialang komoditas berjangka RJ O’Brien di Chicago, AS, Selasa (7/8).
Kondisi global ini diperparah dengan gelombang cuaca kering di kawasan Eropa timur, yang mengancam produksi gandum di negara-negara eksportir utama, seperti Rusia dan Kazakstan.
Prospek kekurangan pangan makin bertambah setelah para petani Argentina diduga akan mengurangi luas lahan yang ditanami jagung sebesar 20 persen tahun depan.