Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Assad Kehilangan Kesetiaan Para Pejabat Sunni

Kompas.com - 08/08/2012, 14:03 WIB

DAMASKUS, KOMPAS.com - Pembelotan Perdana Menteri Suriah, Riyad Farid Hijab, dimulai seperti banyak dilakukan orang-orang lain: dengan sejumlah pembicaraan rahasia dan perencanaan secara sembunyi-sembunyi.

Dia mulai mendiskusikan gagasan pembelotan itu, kata seorang pembantunya, segera setelah Presiden Bashar Al Assad menunjuk dia untuk jabatan perdana menteri pada Juni lalu. Dalam beberapa hari terakhir, ia berupaya agar keluarga besarnya bisa keluar. Kemudian, pada Senin (6/8) dini hari, Perdana Menteri itu menyelinap keluar dari Damaskus di bawah balutan kegelapan malam bersama istri dan empat anak. Mereka pergi melalui padang pasir sebagai seorang buron.

Saat matahari terbit, dia menyeberang ke Ramtha, Yordania. Tindakannya itu mengejutkan rezim Suriah yang segera menyatakan bahwa ia telah dipecat. Sementara bagi kaum oposisi yang kelelahan, kabar itu membawa kesukaan.

"Ini bukti basis politik rezim itu runtuh," kata Samir Nachar, pemimpin Dewan Nasional Suriah, kelompok utama opisisi di pengasingan seperti dikutip harian New York Times, Selasa. "Ini momentum yang kami perlukan untuk memberitahu elite politik dan militer bahwa sudah waktunya bagi mereka untuk melompat dari kapal yang sedang karam.''

Perjalanan Hijab dimulai ketika ia naik ke sebuah mobil sederhana dengan seorang sopir yang tidak tahu identitas Perdana Menteri itu, demikian menurut laporan seorang komandan Tentara Pembebasan Suriah, seorang aktivis di perbatasan Suriah-Yordania dan juru bicara Hijab. Ia melewati jalan-jalan yang diintai para pemberontak sampai ia mencapai garis perbatasan. Ia, akhirnya, membuat pelarian yang dramatis.

Rezim Assad, yang hampir satu setengah tahun terguncang konflik, masih cukup kuat. Militernya yang kuat menghajar lagi para pemberontak di Aleppo, Damaskus dan kota-kota lain, Senin. Banyak pengamat bertanya apakah pembelotan pemimpin Sunni yang lain, entah apa pun posisinya dalam hirarki, dapat membantu konflik itu berakhir.

Menurut New York Times, bagaimanapun, skala pembelotan itu, yang melibatkan 10 keluarga Suni terkemuka yang lolos dalam kelompok kecil selama seminggu terakhir telah menunjukkan bahwa Assad kehilangan loyalitas para pejabat Sunni yang sangat penting bagi kemampuan rezimnya dalam memegang kekuasaan.

Aparat keamanan internal Assad yang ketakutan, kata harian itu, juga tampaknya akan retak. Hijab, pejabat level tertinggi yang membelot, diawasi ketat oleh rezim itu. Namun mereka tetap gagal mengawasi dia berkomunikasi dengan oposisi selama berbulan-bulan dan mengatur puluhan kerabatnya meninggalkan Damaskus.

"Ini seseorang yang sangat, sangat dekat dan mereka tidak bisa mengawasinya," kata Paul Salem, direktur Carnegie Centre untuk Timur Tengah. Dia mengatakan, walau dampaknya tidak dahsyat, "Itu sebuah tanda pembusukan lanjutan. Ini awal dari akhir sebuah permainan semacam itu."

Pembelotan Hijab terjadi kurang dari sebulan setelah empat anggota lingkaran dalam Assad tewas dalam sebuah serangan bom di Damaskus. Kebanyakan para pembelot dari kaum mayoritas Sunni, yang sedang melepaskan diri dari sebuah rezim yang didominasi minoritas Alawit.

Juru bicara Hijab, Mohammad Otari, mengatakan, "Ini adalah pembelotan paling berbahaya dan sulit yang terjadi sejak revolusi pecah. Pembelotan ini meremukan punggung rezim itu.''

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com