Saif al-Islam, anak lelaki Moammar Khadafy menginginkan pengadilan terhadap dirinya berlangsung di Den Haag, ketimbang di Libya.
Kuasa hukum Saif al-Islam mengatakan, jika dia dieksekusi mati oleh pengadilan di Libya maka itu sama dengan pembunuhan, demikian isi dokumen yang dikirim ke Mahkamah Kriminal Internasional, ICC.
Pemerintah sementara Libya sejauh ini menolak untuk menyerahkannya untuk diadili di markas ICC di Belanda, dengan alasan bahwa dia semestinya menghadapi persidangan di negaranya sendiri.
Saif al-Islam (40) berhasil ditangkap oleh milisi di kota Zintan. Dia didakwa ICC dengan tuduhan pelanggaran kemanusiaan.
Sedangkan ayahnya Kolonel Moammar Khadafy yang berkuasa selama 42 tahun, tewas terbunuh dalam situasi yang tidak jelas setelah ditangkap pemberontak pada Oktober silam, dalam sebuah tindakan yang dikecam oleh pegiat HAM.
'Penjaga palsu'
''Saya tidak takut mati tetapi jika Anda mengeksekusi saya setelah persidangan semacam ini, Anda bisa menyebutnya sebagai pembunuhan,'' demikian kata Saif al-Islam dikutip kuasa hukumnya.
Bulan Juni lalu, sebuah tim yang dikirim ICC ditangkap dan ditahan selama tiga pekan setelah bertemu dengan Saif al-Islam.
Dalam dokumen yang dikirim ke ICC terungkap bahwa dalam pertemuan tersebut, seorang pejabat yang berpura-pura buta huruf, menyamar sebagai penjaga dan menghentikan pengacara ICC untuk mengambil pernyataan tersumpah dari Saif al-Islam.
''Penjaga itu, yang ternyata adalah Ahmed Amer, seorang anggota majelis yang berbicara beberapa bahasa, sengaja ditempatkan di ruangan guna menipu delegasi,'' demikian isi dokumen tersebut, seperti yang dilaporkan Reuters.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.