Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Banjir Pengungsi Suriah

Kompas.com - 22/07/2012, 02:54 WIB

MASNAA, SABTU - Gelombang pengungsi terus membanjiri negara-negara tetangga Suriah setelah kekerasan berlanjut di negara tersebut. PBB melaporkan, tak kurang dari 30.000 pengungsi telah menyeberangi perbatasan ke wilayah Lebanon dalam dua hari terakhir.

Menurut Komisi Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Urusan Pengungsi (UNHCR), sebagian besar pengungsi berasal dari Damaskus. Ibu kota Suriah itu dicekam pertempuran hebat antara tentara pemerintah dan pasukan oposisi selama beberapa hari terakhir.

Abdel Jaber (45), seorang penduduk Distrik Midan di Damaskus, tiba di Lebanon melalui pintu perbatasan Masnaa, Sabtu (21/7). Dia bersama istri dan enam anak perempuannya memutuskan mengungsi setelah situasi memburuk di Damaskus.

”Kami menghabiskan tiga hari terakhir berlindung di tempat persembunyian. Kami tidak bisa tidur sama sekali setiap mendengar suara tembakan atau helikopter. Kami ketakutan,” tutur Jaber.

Tentara Suriah dilaporkan melancarkan serangan besar-besaran ke posisi pasukan oposisi di Damaskus menggunakan senjata berat, seperti tank, meriam, dan helikopter serbu. Situasi mereda hari Sabtu setelah tentara berhasil merebut kembali beberapa distrik yang sebelumnya dikuasai oposisi.

Jaber dan keluarganya menjadi bagian dari 9.000-30.000 pengungsi Suriah yang mengalir masuk ke Lebanon dalam tempo 48 jam sejak Rabu lalu. ”Situasi pengungsian berkembang sangat dramatis dengan meluasnya kekerasan hingga ke Damaskus,” tutur juru bicara UNHCR, Melissa Fleming.

Banjir pengungsi menuju Lebanon ini merupakan kebalikan yang terjadi pada 2006, saat ribuan warga Lebanon mengungsi ke Suriah saat terjadi konflik bersenjata antara Israel dan Hezbollah.

UNHCR menyebut, saat ini sudah ada 26.900 pengungsi Suriah yang terdaftar resmi di Lebanon dan terus bertambah.

Selain Lebanon, Jordania juga menjadi tujuan para pengungsi Suriah. Menurut juru bicara UNHCR di Jordania, sekitar 2.500 pengungsi mengalir masuk ke negara itu dalam empat hari terakhir dan terus bertambah secara konstan.

Saat ini sudah ada sekitar 140.000 pengungsi Suriah di Jordania. Pemerintah Jordania membangun beberapa kamp pengungsi untuk menampung mereka.

Para pengungsi itu tidak hanya berasal dari kalangan masyarakat menengah ke bawah yang terjebak pertempuran di Suriah, tetapi juga orang-orang kaya.

”Benar-benar telah terjadi perang. Kami meninggalkan segalanya, rumah dan usaha kami,” tutur Khaled (52), seorang saudagar sukses dari Suriah yang menyeberang melalui pintu Masnaa dengan menggunakan mobil mewah.

Pertempuran baru

Sementara itu, saat kondisi di Damaskus dilaporkan berangsur-angsur tenang, beberapa pertempuran baru pecah di Aleppo, kota utama kedua di Suriah. Organisasi Pemantau HAM Suriah (SOHR) yang bermarkas di London mengatakan, pertempuran di Aleppo pecah sejak Jumat pagi di kawasan Salaheddin, Sakhur, dan Haydariya.

SOHR mengatakan, ini adalah pertempuran terbesar yang terjadi di Aleppo sejak kekacauan terjadi di Suriah, Maret tahun lalu. Selama ini pusat kegiatan ekonomi di bagian utara Suriah itu relatif tak tersentuh konflik bersenjata.

Dengan semakin buruknya situasi keamanan di Suriah, negara-negara Amerika Latin mulai berencana mengevakuasi warganya.

Brasil telah memerintahkan semua diplomatnya untuk sementara pindah ke Beirut, Lebanon, dan hanya menyisakan satu pejabat di Damaskus untuk menangani urusan konsuler.

Cile dan Argentina juga sudah meminta warga mereka yang masih berada di Suriah untuk segera meninggalkan negara itu. Argentina bahkan mempertimbangkan untuk menutup kedutaan besarnya di Damaskus.

Perpanjangan terakhir

Dari New York, Amerika Serikat, dilaporkan, Dewan Keamanan PBB, Jumat, akhirnya sepakat untuk memperpanjang mandat Misi Pemantauan PBB di Suriah (UNSMIS) selama 30 hari.

Duta Besar Inggris untuk PBB Mark Lyall Grant menegaskan, perpanjangan itu adalah untuk yang terakhir kalinya, kecuali jika ada perubahan situasi di Suriah.

”Kami telah menegaskan bahwa ini adalah perpanjangan terakhir, kecuali ada perubahan dinamika di lapangan, terutama penghentian penggunaan senjata berat dan ada penurunan kekerasan yang cukup agar UNSMIS bisa menjalankan mandatnya,” tutur Lyall Grant.

(AP/AFP/BBC/DHF)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com