Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Libya Gelar Pemilu Pertama Pasca-Khadafy

Kompas.com - 08/07/2012, 13:24 WIB

TRIPOLI, KOMPAS.com - Hari Sabtu (7/7/2012) menjadi hari bersejarah bagi rakyat Libya. Untuk kali pertama dalam empat dekade, mereka bisa menggunakan hak politik dalam sebuah pemilihan umum untuk memilih anggota parlemen.

Sayangnya, pemilu bersejarah itu diwarnai sejumlah gangguan yang menyebabkan beberapa tempat pemungutan suara (TPS) ditutup. Meskipun demikian tingkat partisipasi masyarakat lebih tinggi daripada yang diperkirakan sebelumnya.

Laporan awal menyebut lebih dari 1,6 juta orang, atau 60 persen dari 2,8 juta pemilih terdaftar, mendatangi TPS-TPS, kata Nuri Khalifa Al-Abbar, Ketua Komisi Tinggi Pemilu, Sabtu (7/7/2012) malam, kantor berita Libya melaporkan.

Wajah-wajah gembira pemilih terlihat di setiap TPS. Meskipun harus berjalan dengan bantuan tongkat atau duduk di kursi roda untuk sampai ke TPS, warga lanjut usia tetap menunjukkan antusiasme.

"Lihatlah antreannya. Setiap orang datang atas kehendak sendiri. Saya tahu hari ini akan datang dan (Moammar) Khadafy tidak akan berada di sini selamanya," kata Riyadh al-alagy, seorang pegawai negeri sipil di Tripoli, seperti dikutip CNN.

"Dia pergi dengan meninggalkan bangsa yang kacau balau, kepolisian negara yang tidak memiliki institusi. Kami ingin memulai lagi dari nol," lanjutnya.

Pemilu ini untuk memilih 200 anggota parlemen dan diikuti lebih dari 3.000 calon legislatif. Poster dan baliho mereka terpasang di setiap sudut di Libya.

"Kami dalam perayaan hari ini dan kami ingin seluruh dunia bergembira bersama kami," kata Perdana Menteri Abdurrahim el-Keib, usai memasukkan suaranya di Tripoli.

Seperti yang terjadi di Tunisia dan Mesir, kaum Islamis berharap bisa berkuasa di Libya, setelah selama ini tertekan di bawah rezim Khadafy yang sekuler.

Salah satu penantang utama dalam pemilu ini adalah Partai Keadilan dan Pembangunan, sayap politik gerakan Ikhwanul Muslimin. Tiga partai lain yang diperkirakan merebut suara terbanyak adalah Aliansi Kekuatan Nasional pimpinan mantan PM Mahmoud Jibril, Partai Al-Watan yang dipimpin mantan pemimpin pemberontak Abdel-Hakim Belhaj, serta Front Nasional, salah satu kekuatan politik tertua di Libya.

Pemilu ini menyatukan rakyat Libya. Banyak pemilih yang melambaikan bendera merah, hijau, hitam Libya atau menggunakannya seperti selendang di pundak.

Para relawan membagikan permen untuk menandai peristiwa bersejarah ini sementara kaum perempuan saling memeluk atau menyanyi saat mengantre. Yang lain menyenandungkan "darah para martir tidak akan sia-sia." Mereka merujuk pada ribuan pejuang antirezim yang dibunuh tentara Khadafy. Ada juga yang membawa foto anggota keluarga yang tewas dalam pemberontakan tahun lalu.

Parlemen yang terbentuk dari pemilu ini nantinya bersifat sementara dan bertugas membentuk pemerintah baru yang akan mengambil alih hingga konstitusi baru dirancang hingga pemilu baru bisa diadakan tahun depan.

Pemilu legislatif terakhir Libya digelar pada 1964, lima tahun sebelum kudeta militer pimpinan Kolonel Moammar Khadafy menggulingkan monarki.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com