Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jaksa Agung AS Dinyatakan Menghina DPR

Kompas.com - 29/06/2012, 11:08 WIB

WASHINGTON, KOMPAS.com - Jaksa Agung Amerika Serikat Eric Holder dinyatakan menghina DPR karena menolak menyerahkan dokumen operasi pelacakan senjata yang gagal, Kamis (28/6/2012).

Hasil pemungutan suara di DPR, yang diboikot lebih dari 100 anggota DPR dari Partai Demokrat, menghasilkan 255 menyetujui dan 67 suara menolak. Menurut Demokrat, langkah itu bermotif politik.

Anggota Kongres dari Partai Republik menuduh Holder, seorang pengacara top AS, menghalangi penyelidikan "Operation Fast and Furious", terkait senjata api yang dibeli di AS dan dibawa ke Meksiko.

Sementara itu, Demokrat menganggap pemungutan suara itu bermotif politik menjelang pemilihan presiden November mendatang, Presiden Barack Obama mencalonkan diri untuk masa jabatan kedua. Seperti diketahui, Obama berasal dari Demokrat.

Hasil pemungutan suara itu akan diajukan ke jaksa District of Columbia, yang notabene berada di bawah Holder. Dalam kasus-kasus serupa sebelumnya, penuntut umum federal di ibukota AS itu menolak bertindak berdasarkan permintaan DPR terhadap anggota mereka.

Para anggota dewan keturunan Afrika Amerika mengawali aksi walk out untuk memprotes tindakan terhadap Holder, yang merupakan jaksa agung berkulit hitam pertama AS.

Aksi boikot itu diikuti pemimpin Demokrat di DPR, Nancy Pelosi yang mengatakan Republik sudah "sudah terlalu jauh melampaui" sikap partisan mereka.

Tujuh belas anggota Demokrat memberikan suara setuju dalam kasus tersebut, sementara dua orang Republik bergabung dengan kolega mereka dari Demokrat untuk menolaknya.

Gedung Putih menolak menyerahkan dokumen yang menguraikan bagaimana masalah dengan Operation Fast and Furious muncul.

Operasi itu mendapati bahwa para agen AS kehilangan jejak ratusan senjata api ilegal yang dijual di negara bagian Arizona dan dibiarkan masuk ke Meksiko ke tangan pengedar.

Dua dari senjata api itu ditemukan pada Desember 2010 di lokasi pembunuhan seorang petugas perbatasan AS. Operasi itu sendiri berakhir pada awal 2011.

Menanggapi yang terjadi di DPR, Holder menyatakan, pemungutan suara itu "salah arah". Menurtunya para anggota parlemen itu menyebarkan teori konspirasi "yang benar-benar tidak masuk akal".

"(Keputusan) itu tidak akan mengalihkan saya dari tugas-tugas penting yang menjadi tanggung jawab kami," kata Holder.

Direktur Komunikasi Gedung Putih Dan Pfeiffer menyebut pemungutan suara itu sebagai aksi politis yang tetap dilakukan meskipun Departemen Kehakiman sudah berusaha mengakomodasi permintaan DPR.

Sementara itu, Ketua DPR yang berasal dari Republik, John Boehner, mengatakan dalam debat di DPR bahwa "departemen kehakiman pun tidak kebal hukum."

Akar dari penyelidikan DPR itu dimulai pada 4 Februari 2011 ketika Departemen Kehakiman mengirim surat kepada parlemen yang isinya membantah bahwa mereka menyetujui atau mengetahui soal senjata api ilegal yang diselundupkan ke Meksiko.

Departemen itu menarik surat tersebut 10 bulan kemudian, mengakui operasi itu memungkinan senjata api dikirim melalui perbatasan.

Dipimpin oleh Darrell Issa, Komisi Pengawas DPR meminta dokumen itu diserahkan dalam kurun waktu 10 bulan. Departemen Kehakiman mengatakan, pihaknya tidak mendapat akses ke dokumen-dokumen itu. Sebab dokumen itu berisi informasi yang bisa berdampa ke penyelidikan kasus pidana.

Issa menolak hanya mendapat penjelasan tentang operasi tersebut dan berkeras meminta departemen itu menyerahkan semua dokumen yang diminta.

Departemen Kehakiman kemudian mengirim lebih dari 7.000 dokumen terkait operasi tersebut ke Komisi Pengawasan DPR. Juga dokumen soal operasi serupa yang dilakukan di pemerintahan Presiden George W Bush.

Pekan lalu, Gedung Putih menegaskan akan menggunakan kekuasaan eksekutif untuk mencegah dimintanya dokumen-dokumen yang diinginkan DPR.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com