Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

RUU Pencari Suaka Gagal Lagi

Kompas.com - 29/06/2012, 03:30 WIB

Canberra, Kamis - Rancangan undang-undang yang akan mengatur penanganan para pencari suaka di Australia kembali kandas, Kamis (28/6). Selama kebuntuan politik ini bertahan, penyelundupan manusia menggunakan perahu tidak layak menuju Australia diduga akan terus meningkat.

Rancangan undang-undang (RUU) penanganan pencari suaka itu kandas di tingkat Senat atau majelis tinggi Parlemen Australia dengan perbandingan 39 suara menolak dan 29 suara mendukung.

Seluruh senator dari koalisi partai oposisi ditambah para senator dari Partai Hijau Australia menolak RUU yang diajukan anggota legislatif independen, Rob Oakeshott, yang didukung Pemerintah Australia. Padahal, Partai Hijau adalah bagian dari koalisi pendukung Partai Buruh yang sedang berkuasa.

Andai diloloskan, RUU tersebut akan memberi wewenang Pemerintah Australia untuk mendeportasi para pencari suaka yang tiba di Australia ke negara- negara lain di Asia Tenggara dan kawasan Pasifik.

Sebelumnya, RUU ini berhasil lolos di tingkat DPR atau majelis rendah parlemen setelah melalui debat emosional selama enam jam. Dua kecelakaan perahu pembawa pencari suaka dalam sepekan terakhir, yang menewaskan lebih dari 90 orang, mendorong para politisi Australia berusaha memecah kebuntuan.

Perdana Menteri Julia Gillard sempat mendorong Senat untuk segera meloloskan RUU ini sebelum parlemen memasuki masa reses selama enam minggu. Namun, begitu RUU tersebut kandas di Senat, perpecahan politik kembali memanas.

Gillard langsung menyalahkan pemimpin oposisi Tony Abbott yang ia anggap tak berbuat apa pun untuk berkompromi dalam legislasi yang bisa menyelamatkan nyawa pencari suaka.

”Abbott tak bergerak satu milimeter pun pada setiap tahap (pembahasan RUU) ini, sementara orang-orang terus tenggelam di laut,” kata Gillard.

Sebaliknya, Abbott balik menyalahkan ”kesombongan dan sikap keras kepala Gillard” sebagai pemicu kebuntuan politik. ”Kita tidak mendapatkan solusi, tetapi jalan buntu,” ujar Abbott.

Mematikan penyelundup

Baik Partai Buruh maupun oposisi sebenarnya sama-sama setuju bahwa diperlukan sebuah pusat pemrosesan pencari suaka di luar Australia. Pusat pemrosesan tersebut berfungsi memastikan status mereka sebagai pengungsi sehingga berhak mendapat suaka.

Selain itu, dengan adanya pusat penahanan di luar Australia, para pencari suaka tak akan lagi mempertaruhkan nyawa dengan menempuh perjalanan berbahaya ke Australia menggunakan perahu yang tidak layak. Dengan demikian, pusat pemrosesan ini diharapkan akan mematikan bisnis penyelundupan manusia ke Australia.

Namun, kedua pihak berbeda pendapat tentang lokasi pusat pemrosesan ini. Pemerintah ingin pusat itu berada di Malaysia, sementara oposisi ingin pusat pemrosesan ada di Nauru.

RUU Oakeshott berusaha mengambil jalan tengah dengan mengusulkan para pencari suaka bisa diproses di seluruh negara anggota Bali Process di luar Australia, yang meliputi semua anggota ASEAN dan negara-negara di Pasifik.

Namun, itu berarti para pencari suaka masih bisa diproses di Malaysia seperti keinginan pemerintah. Pihak oposisi menentang ini karena Malaysia belum menandatangani konvensi PBB soal pengungsi sehingga khawatir para pengungsi tak akan diperlakukan dengan baik. ”Koalisi (oposisi) tak akan pernah mendukung Malaysia. Titik,” kata Abbott.

Beberapa pengamat menduga pihak oposisi sengaja mementahkan semua usulan yang diajukan pemerintah terkait pencari suaka ini dengan harapan bisa menjungkalkan koalisi Partai Buruh yang hanya unggul satu suara di parlemen.

Media Australia mengkritik ketidakmampuan para politisi mencari kompromi. Surat kabar Sydney Morning Herald, Kamis, memuat judul utama ”Kelumpuhan di Parlemen”. ”Parlemen Australia mengecewakan kita. Mereka menempatkan politik di atas nyawa manusia,” tulis harian tersebut.

Australia menjadi tujuan utama para pencari suaka dari negara-negara yang didera perang, seperti Afganistan, Sri Lanka, dan Irak. Mereka nekat menyeberangi Samudra Hindia menuju Australia dengan perahu-perahu nelayan yang tak layak.

Beberapa tahun terakhir, kecelakaan yang melibatkan perahu-perahu itu sangat sering terjadi. Sebagian besar perahu ini berasal dari Indonesia meski ada juga yang berasal dari Sri Lanka.(AP/AFP/DHF)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com