Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah yang Tak Pernah Hadir di Somalia

Kompas.com - 22/06/2012, 02:28 WIB

Untuk lima kali berturut- turut Somalia menduduki tempat pertama dalam Indeks Negara Gagal (Failed States Index/FSI) 2012. Artinya, negara itu dianggap sebagai negara tergagal dari 178 negara di dunia yang dinilai dalam penyusunan FSI.

Dalam siaran pers The Fund For Peace (FFP)—lembaga yang menyusun FSI bersama majalah Foreign Policy—Senin (18/6), disebutkan faktor-faktor terpilihnya Somalia adalah kondisi tanpa hukum yang terus meluas, pemerintahan yang tak efektif, maraknya terorisme, pemberontakan, kriminalitas, dan aksi bajak laut yang mengganggu jalur pelayaran internasional.

Dari 12 indikator yang menjadi dasar penilaian FSI, 10 indikator tentang Somalia memiliki skor di atas 9,0 pada skala 1-10. Semakin tinggi skor, semakin parah kondisi indikator tersebut.

Total skor yang diraih Somalia tahun ini mencapai 114,9, yang merupakan rekor skor tertinggi sepanjang sejarah penyusunan FSI sejak 2005. Skor Somalia ini naik 1,5 poin dibanding skor tahun lalu. Saat orang mengira kondisi di Somalia tak bisa lebih buruk lagi, ternyata negara itu memang semakin buruk.

Asisten riset FFP Raphaël Jaeger mengatakan, ketiadaan pemerintah pusat yang efektif di Somalia selama 20 tahun terakhir diperburuk dengan meningkatnya aksi kekerasan, pelanggaran hak asasi manusia yang masif, dan berbagai bencana alam, seperti kekeringan.

Tak ada harapan

Dalam artikelnya di edisi online majalah Foreign Policy, Daron Acemoglu, profesor ekonomi dari Massachusetts Institute of Technology (MIT), dan James A Robinson, profesor politik dan ekonomi dari Universitas Harvard, menulis, tanpa pemerintahan yang efektif tak ada harapan bagi suatu negara untuk bisa menyediakan ketertiban dan sistem hukum yang efektif. Negara juga tak akan bisa menyediakan mekanisme penyelesaian konflik dan kebutuhan pokok rakyat.

Acemoglu dan Robinson mencatat, Somalia dibangun di atas struktur masyarakat yang secara historis memang tak pernah mengenal pemerintahan pusat. Alih-alih, negara itu sejak dulu terpecah belah dalam klan-klan tanpa pernah memiliki aturan atau hukum yang dihormati di lingkup nasional.

Bahkan, di era kolonial, penjajah Inggris pun tak pernah bisa memungut pajak dari rakyat Somalia. Sejak merdeka pada tahun 1960, berbagai usaha telah dilakukan untuk menyusun pemerintahan pusat, tetapi selalu gagal.

Padahal, tanpa pemerintah pusat yang kuat tak akan tercipta ketertiban hukum, dan tanpa ketertiban hukum tak akan ada perekonomian negara yang nyata. Tanpa kekuatan ekonomi, sebuah negara dipastikan akan gagal.

Komunitas internasional dan Perserikatan Bangsa-Bangsa telah mencoba berbagai cara untuk menolong Somalia, tetapi situasi di negara berpenduduk 9,3 juta jiwa tersebut terus memburuk.

Usia harapan hidup di negara itu hanya 49,6 tahun, dengan pendapatan per kapita rata-rata hanya 600 dollar AS (Rp 5,6 juta) per tahun. Hingga tahun ini, hanya tujuh persen populasi Somalia di kawasan pedesaan yang memiliki akses memadai ke sumber air bersih. (DHF)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com