Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ikhwanul Muslimin Mesir Marah atas Keputusan MA

Kompas.com - 15/06/2012, 11:13 WIB

Ikhwanul Muslimin memperingatkan bahwa demokrasi Mesir yang masih rawan kini dalam bahaya, setelah MA membatalkan pemilihan umum tahun lalu.

Dalam pernyataannya, Ikhwanul Muslimin menyebut Mesir akan menghadapi hari ''berbahaya'' jika kekuasaan dikembalikan ke mereka yang terkait dengan rezim sebelumnya.

Kandidat kelompok ini Mohammed Mursi, akan menghadapi mantan PM Ahmed Shafiq dalam pemilihan presiden putaran kedua akhir pekan ini.

Keputusan Mahkamah Agung, Kamis (14/6/2012) kemarin menyebabkan Mesir kembali bergejolak.

MA memutuskan pemilihan parlemen tahun lalu - yang pertama berlangsung secara bebas dan adil dalam beberapa dekade terakhir - tidak konstitusional, dan memerintahkan pemilu ulang.

Keputusan itu membuat kekuasaan legislatif kembali ke Dewan Tertinggi Angkatan Bersenjata, SCAF, yang sempat bertugas mengawasi proses transisi Mesir setelah penggulingan Hosni Mubarak Februari 2011.

MA dalam keputusannya juga membolehkan Shafiq untuk ikut pilpres putaran kedua.

Sebuah 'kudeta'

Oposisi mengkhawatirkan SCARF mencoba untuk meningkatkan pengaruhnya lagi dan menyebut keputusan MA sebagai sebuah ''kudeta'' untuk melemahkan revolusi, yang dilakukan oleh para hakim yang diangkat mantan Presiden Mubarak.

Ikhwanul Muslimin - yang memenangkan 46 persen suara di parlemen - menyatakan keputusan itu mengindikasikan Mesir tengah menuju ''hari-hari yang sulit yang mungkin lebih berbahaya dari hari-hari terakhir kekuasaan Mubarak''.

"Semua upaya revolusi demokratis mungkin akan terhapus dengan mengembalikan kekuasaan ke simbol era sebelumnya,'' demikian isi pernyataan tersebut.

Kandidat presiden dari kelompok ini Mohammed Mursi mengaku dia sangat tidak puas meski menerima keputusan MA tersebut.

Bagaimanapun dia memperingatkan bahwa negaranya dalam kondisi titik balik.

"Minoritas mencoba untuk mengkorupsi bangsa dan membawa kita kembali. Kami akan datang ke kotak suara untuk mengatakan tidak bagi mereka yang gagal, bagi mereka yang kriminal.''

Sejumlah tokoh politik lainnya juga mengecam keputusan ini dengan menyebut presiden mendatang akan memimpin tanpa parlemen atau sebuah konstitusi.

Tokoh Islamis Abdul Moneim Aboul Fotouh, yang ikut ambil bagian dalam putaran pertama pemilihan presiden Mei lalu mengatakan bahwa pembubaran parlemen sebagai ''kudeta total''.

Partai Salafi Al-Nour, yang memiliki wakil terbanyak kedua di parlemen mengatakan keputusan tersebut menunjukkan ''sebuah penghinaan atas kebebasan para pemilih''.

Ratusan pendemo juga kembali berkumpul di Lapangan Tahrir, Kairo mengungkapkan kemarahan atas keputusan tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com