Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Konstituante Mesir Terbentuk

Kompas.com - 14/06/2012, 04:10 WIB

Kairo, Kompas - Di tengah pertarungan kubu islamis dan nasionalis/liberal, sidang gabungan parlemen Mesir, Selasa (12/6) malam, akhirnya berhasil membentuk dewan konstituante. Dewan itu bertugas menyusun konstitusi baru.

Konstitusi itu di antaranya akan menentukan sistem kenegaraan baru di Mesir pascarevolusi: wewenang presiden, perdana menteri, hubungan agama-negara, dan hubungan negara-masyarakat.

Dewan konstituante beranggotakan 100 tokoh publik, anggota DPR, dan perwakilan lembaga dengan segala latar belakang politik, agama, dan profesi. Di antara tokoh menonjol yang masuk sebagai anggota dewan konstituante adalah tiga mantan kandidat presiden, yakni Amr Moussa, Abdul Munim Abul Futuh, dan Hamdin Sabahi.

Wartawan Kompas Musthafa Abd Rahman dari Kairo, Mesir, melaporkan, 58 peserta sidang yang berasal dari 12 partai politik beraliran nasionalis/liberal melakukan walk out dari sidang sebagai protes atas dominasi kubu islamis dalam sidang tersebut.

Isu pembentukan dewan konstituante sebelum ini selalu memicu ketegangan politik di Mesir. Kubu nasionalis/liberal sering menuduh kubu islamis—melalui lembaga parlemen yang dikuasainya—ingin mendominasi keanggotaan dewan konstituante, dan kemudian menyusun konstitusi yang lebih islamis.

Bulan lalu, parlemen (DPR/ MPR) berhasil membentuk dewan konstituante. Namun, kubu nasionalis/liberal memprotes keras pembentukan dewan yang dinilai sangat islamis dan proses pembentukannya kurang transparan. Mahkamah Tinggi Konstitusi lalu memutuskan pembentukan dewan itu tak sah karena melanggar sejumlah aturan.

Dewan Agung Militer (SCAF) pekan lalu akhirnya menggelar pertemuan darurat dengan berbagai kekuatan politik untuk membahas prosedur baru perekrutan anggota dewan konstituante itu. Dalam pertemuan itu disepakati kriteria dan prosedur perekrutan anggota dewan sehingga pada Selasa malam lalu berhasil dipilih 100 anggota dewan konstituante.

Krusial

Meskipun telah berhasil membentuk dewan konstituante, Mesir masih menghadapi isu krusial lain. Hal itu adalah uji materi oleh Mahkamah Tinggi Konstitusi terhadap

undang-undang isolasi politik yang disahkan parlemen dan UU pemilu parlemen.

UU isolasi politik yang kini dituntut berbagai kekuatan politik agar segera dilaksanakan ditujukan kepada kandidat presiden Ahmed Shafik. UU tersebut akan melarang tokoh-tokoh pemerintahan pada era Presiden Hosni Mubarak menjadi calon presiden.

Jika Mahkamah Tinggi Konstitusi memandang UU isolasi politik adalah konstitusional, maka pencalonan Ahmed Shafik tidak sah dan pemilihan presiden putaran kedua tak dapat dilaksanakan. Pemilihan kemudian harus diulang dari awal tanpa melibatkan tokoh pemerintahan pada era Mubarak.

Namun, bila Mahkamah Tinggi Konstitusi melihat UU isolasi politik itu tidak konstitusional, pencalonan Ahmed Shafik terus berlanjut dan pemilihan presiden putaran kedua tetap digelar sesuai jadwal pada 16-17 Juni ini.

Mengenai UU pemilu parlemen, jika Mahkamah Tinggi Konstitusi memutuskan penyelenggaraan pemilu parlemen cacat hukum, maka parlemen yang dikuasai kubu islamis itu harus dibubarkan dan digelar pemilu parlemen ulang.

Sejumlah kekuatan politik dan pengamat hukum saat ini menganggap ada cacat hukum dalam penyelenggaraan pemilu parlemen lalu karena terdapat perlakuan tidak adil antara kandidat independen dan kandidat dari partai politik. Kandidat dari partai politik dianggap mendapat kesempatan dan fasilitas yang lebih dari kandidat independen sehingga hasilnya kandidat dari partai politik lebih banyak memenangi pertarungan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com