Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Krisis Eropa dan Kita

Kompas.com - 01/06/2012, 02:03 WIB

Anwar Nasution

Krisis ekonomi di Eropa menjadi semakin sulit diatasi karena sudah memicu krisis politik yang memunculkan pula komplikasi dalam cara penanganan krisis.

Karena terikat mata uang euro, negara-negara penggunanya tak dapat melakukan devaluasi eksternal dengan mengubah nilai tukar mata uangnya terhadap mata uang asing. Terdapat dua kubu pemikiran dalam penanganan krisis. Pertama, Jerman yang bersikukuh menjalankan devaluasi internal untuk atasi krisis. Ini meliputi kebijakan pengetatan ikat pinggang, mengurangi bantuan sosial, reformasi besar-besaran, dan menjual aset negara yang kurang efisien untuk tingkatkan produktivitas ekonomi. Jerman menolak gagasan agar UE mengeluarkan obligasi untuk belanja defisit APBN dan merekapitalisasi lembaga keuangan negara-negara yang dilanda krisis.

Di lain pihak, Presiden Francois Hollande dari Partai Sosialis yang baru terpilih di Perancis menginginkan pelonggaran pengeluaran negara yang dibelanjai dengan surat utang UE untuk memacu pertumbuhan dan penciptaan lapangan kerja. Devaluasi internal perlu pengorbanan dan waktu cukup panjang untuk menghasilkan dampak. Akibat kesulitan perekonomian dan pengangguran tinggi, suara pemilih di Yunani, Belanda, dan Spanyol lebih condong ke Partai Sosialis, seperti di Perancis. Krisis Eropa muncul ke permukaan pada Mei 2010 diawali krisis fiskal di Yunani serta krisis perbankan di Irlandia dan Portugal. Krisis sama terjadi di Spanyol dan Italia. Karena tak dapat diatasi secara internal oleh UE, negara-negara yang dilanda krisis terpaksa minta bantuan IMF. Yunani bahkan minta keringanan utang (hair cut).

Akibat salah desain

Krisis terjadi karena kesalahan desain Uni Moneter Eropa (EMU) yang menggunakan euro sebagai alat tukar mulai 1 Januari 1999. Penggunaan euro merupakan kelanjutan dari pembentukan pasar bersama di UE yang meniadakan hambatan perdagangan barang dan jasa ataupun mobilitas tenaga kerja serta faktor produksi lain antarnegara. Pasar bersama dan penggunaan euro mempererat keterkaitan perekonomian Eropa. Kebijakan moneter di 17 negara anggota ditetapkan oleh Bank Sentral Eropa (ECB) yang didirikan tahun 1998. Sebagai lembaga independen, ECB dilarang membeli obligasi negara-negara anggotanya di pasar perdana.

Kesalahan desain pertama, tak adanya otoritas fiskal yang terpusat untuk mendukung penggunaan euro yang mengatur harmonisasi pemungutan pajak, menerbitkan obligasi, dan mengatur transfer antarnegara untuk mengatasi siklus perekonomian regional. Juga tak ada lembaga terpusat yang mengawasi implementasi Perjanjian Maastricht 1997 yang membatasi defisit anggaran negara maksimum 3 persen PDB tahunan dan menetapkan pagu rasio utang negara sebesar 60 persen.

Dalam realitas, negara-negara yang kini dilanda krisis terus-menerus melanggar kedua aturan fiskal itu melalui rekayasa finansial dan transaksi derivatif yang sangat kompleks. Peringkat pasar surat utang negara-negara yang mampu melunasi utangnya merosot drastis sehingga meningkatkan tingkat bunga obligasi dan beban pelunasan utangnya. Karena tingginya rasio utang, negara yang dilanda krisis tak punya peluang merangsang pertumbuhan lewat ekspansi fiskal yang dibelanjai dengan surat utang negara.

Kesalahan desain kedua, tak adanya lembaga yang mengawasi harmonisasi kebijakan ekonomi dan sosial yang dapat memengaruhi daya saing ekonomi nasional negara anggota. Rendahnya daya saing kelima negara yang mengalami krisis tecermin pada defisit neraca berjalan pada neraca pembayaran yang terus membengkak dan hubungan ekonomi dengan negara anggota zona euro di belahan utara Eropa, seperti Jerman, Austria, dan Belanda. Karena produktivitas tenaga kerjanya yang tinggi, Jerman punya daya saing untuk mengekspor mesin-mesin dan mobil mewah ke seluruh dunia. Kunci daya saing Jerman adalah sistem pengupahan yang fleksibel dan sistem pensiun yang tidak membebani anggaran negara.

Kesalahan desain ketiga, tak adanya lembaga sentral yang memelihara stabilitas industri keuangan yang mengatur serta mengawasi bank dan lembaga-lembaga keuangan lain yang berlaku di semua negara anggota. Padahal, EMU yang semakin meniadakan hambatan lalu lintas modal antarnegara telah mengintegrasikan pasar keuangan di seluruh zona euro. Pengaturan dan pengawasan lembaga keuangan di setiap negara anggota tetap dalam kewenangan bank sentral masing-masing. Zona euro juga tak memiliki asuransi deposito ataupun lembaga yang menangani krisis perbankan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com