Pertemuan enam negara—terdiri atas lima anggota tetap DK PBB yakni AS, Inggris, Perancis, Rusia, dan China plus Jerman (P5+1)—itu diletakkan dalam kerangka menekan Teheran agar tidak melanjutkan program nuklirnya. Rapat juga dilakukan untuk menghindari pecahnya perang di kawasan Timur Tengah.
Perundingan antara P5+1 dan Iran dimulai lagi pada 14 April lalu, di Istanbul, Turki.
”Pertemuan Istanbul penting karena bagi kita itu merupakan ujian atas kesediaan Iran untuk terlibat. Pertemuan Baghdad harus fokus pada substansi yang lebih konkret,” kata seorang diplomat Eropa.
Pertemuan di Istanbul terjadi setelah 15 bulan berlalu tanpa ada pembicaraan atau perundingan nyata terkait program nuklir
Seorang pejabat senior mengatakan, enam kekuatan dunia, yang dipimpin Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Catherine Ashton, akan mendesak Iran membuat ”proposal rinci yang akan mencakup langkah-langkah pemulihan kepercayaan”. Ashton tiba di Baghdad, Rabu pagi, setelah merampungkan negosiasi soal proposal penyelesaian masalah nuklir Iran bersama P5+1 di Amman, Jordania.
Dua hari sebelumnya, Sekretaris Dewan Keamanan Nasional Tertinggi Iran Saeed Jalili menggelar pertemuan dengan Direktur Jenderal Badan Energi Atom Internasional (IAEA) Yukiya Amano di Teheran. Pertemuan itu dikabarkan membuahkan hasil positif.
Amano mengatakan Teheran berjanji akan bersikap kooperatif terhadap investigasi IAEA terkait aktivitas nuklir mereka. IAEA menginginkan para pengawasnya mendapat akses seluas-luasnya ke lokasi reaktor, ilmuwan, dan dokumen-dokumen nuklir Iran.
Amano menyatakan keinginan IAEA untuk mendapat akses ke kompleks militer Parchin, tempat yang diduga menjadi pusat pengembangan senjata nuklir, menjadi bagian dari nota kesepakatan dengan Iran.
Para diplomat Barat menyatakan masih ada masalah yang belum terselesaikan mengenai bagaimana inspeksi IAEA tersebut akan dilakukan. Iran ingin mengendalikan dan membatasi inspeksi badan nuklir internasional itu. ”Ini bukan sebuah masalah kecil,” kata seorang diplomat.
Menteri Pertahanan Israel Ehud Barak mendesak kekuatan dunia untuk tidak goyah dalam pembicaraan dengan Iran. Dia memperingatkan, setiap kegagalan menghentikan pengayaan uranium dapat berarti membiarkan Teheran memiliki senjata nuklir.
Sementara itu, Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad, di Teheran, Rabu, menegaskan bahwa Islam melarang kepemilikan senjata nuklir dan senjata pemusnah massal lainnya. Dia merujuk pada ajaran Islam dan fatwa pemimpin tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei.
”Merujuk ajaran Islam dan fatwa dari pemimpin tertinggi, produksi dan penggunaan senjata pemusnah massal adalah haram dan tidak mempunyai tempat di dalam doktrin pertahanan Iran,” katanya.