Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sebagian Besar Taliban Inginkan Perdamaian

Kompas.com - 16/05/2012, 06:47 WIB
Kistyarini

Penulis

KABUL, KOMPAS.com - Salah satu orang paling kuat di dewan penasihat Taliban, Agha Jan Motasim, hampir kehilangan nyawanya akibat terjangan peluru karena mengusulkan negosiasi dengan pemerintah kepada koleganya di Taliban.

Dalam sebuah wawancara dengan Associated Press, Minggu (13/5/2012), anggota Dewan Syura Taliban itu mengatakan, sebagian besar anggota Taliban sebenarnya menginginkan perdamaian. Hanya sedikit "yang berhaluan keras" dalam gerakan tersebut, katanya

"Ada dua golongan Taliban. Yang satu percaya bahwa orang asing ingin memecahkan masalah tetapi ada kelompok lain tidak percaya (orang asing) dan mereka berpikir bahwa orang asing hanya ingin berperang," katanya melalui telepon.

"Saya bisa katakan, bahwa sebagian besar Taliban dan pemimpin Taliban menginginkan pemerintah berbasis luas bagi semua orang Afganistan dan sistem Islam seperti negara-negara Islam lainnya."

Tapi Motasim menyalahkan Barat, khususnya Amerika Serikat dan Inggris, karena gagal merangkul kaum moderat dalam gerakan Islam fundamentalis dengan menolak untuk mengakui Taliban sebagai identitas politik dan tidak menepati janji-janji. Semuanya disebutnya justru memperkuat kalangan garis keras dan melemahkan kaum moderat seperti dirinya.

Dia menyesalkan pembunuhan terhadap Arsala Rahmani, anggota Dewan Perdamaian bentukan pemerintah, di Kabul pada Minggu kemarin. Selama ini dewan itu secara aktif menggelar pembicaraan resmi dengan para gerilyawan untuk mencapai kesepakatan damai. Rahmani pernah duduk di kabinet ketika Afganistan dikuasai Taliban.

"Dia adalah seorang nasionalis. Kami menghormatinya," kata Motasim.

Motasim menggunakan posisinya untuk mendorong perundingan tiga tahun sebelum AS mulai menawarkan hal tersebut pada akhir 2010. Saat itu, Mostasim juga memimpin komisi politik Taliban. Posisi berpengaruh itu dipegangnya hingga dia ditembak pada Agustus 2011.

Saat inipun dia masih menjadi anggota dewan pimpinan Taliban yang disebut Quetta Shura, yang dinamai seperti kota Quetta di Pakistan.

Nyaris tewas

Suaranya melunak dan sempat terhenti ketika dia ingat tembakan brutal yang dialaminya di Karachi, Pakistan, tempat dia tinggal. Selama itu dia bergerak di Afganistan dan Pakistan. Motasim menolak mengungkap lokasi-lokasi yang dikunjunginya di kedua negara itu.

Dalam serangan itu, tubuh Motasim ditembus beberapa peluru hingga dia harus dirawat di rumah sakit selama berminggu-minggu. Lukanya sangat berat sehingga diperkirakan tidak bakal bertahan hidup.

Berbicara dari Turki, tempatnya menjalani perawatan lanjutan, Motasim menyebut para penyerangnya adalah saudara dan kolega. Mungkin, katanya, mereka adalah kaum garis keras Taliban yang menentang pendiriannya yang moderat.

"Gagasan saya adalah sebuah pemerintahan berbasis luas, semua partai politik bersama-sama dan mungkin beberapa di antara garis keras Taliban di Afganistan dan Pakistan tidak suka mendengar ini dan mereka menyerang saya," katanya.

Beberapa orang bersenjata mungkin berasal dari Afganistan dan beberapa mungkin telah dari Pakistan Waziristan Utara di mana kelompok militan telah menemukan tempat perlindungan, kata Motasim.

Ingkar janji

Awalnya Motasim enggan berbicara tentang politik dengan alasan teman-teman dan para koleganya meminta dia menutup mulut. "Saya tidak terlibat dalam perundingan. Saya di sini hanya untuk menjalani perawatan," katanya.

Namun pelan-pelan dia mulai terbuka. Katanya, Taliban memiliki tiga tuntutan utama. Yakni mereka ingin semua tawanan Afganistan dikeluarkan rumah tahanan militer AS di Guantanamo dan dekat Pangkalan Udara Bagram, dihapuskannya nama-nama Taliban dari daftar hitam PBB, serta pengakuan Taliban sebagai partai politik.

Ia mengatakan pembicaraan di Qatar berakhir awal tahun ini setelah Amerika Serikat mengingkari janji untuk membebaskan lima tahanan dari Guantanamo.

"Tapi itu hanya yang terkenal," katanya. "Ada ribuan lainnya ditahan di Bagram dan mereka ditahan dengan cap Taliban padahal mereka tidak bersalah, hanya petani dan ulama."

Masalah pertukaran tawanan menjadi penuh sensitivitas ketika AS mengupayakan pembebasan tentaranya, Sersan Bowe Bergdahl yang ditawan Taliban sejak 2009, dengan tahanan Taliban di Guantanamo.

Tampaknya pertukaran tahanan itu gagal setelah pemerintah Afganistan menuntut lima tahanan di Guantanamo direpatriasi. Sementara kelimanya menuntut diizinkan pergi ke Qatar untuk tinggal dengan keluarga mereka.

Motasim mengatakan, dia tidak mendapat informasi alasan para tahanan Taliban itu tidak dibebaskan meskipun mereka bukan dari Taliban garis keras. Itu menimbulkan anggapan pihak AS tidak jujur, kata Motasim, yang mengaku mengetahui bahwa Taliban sudah membuka kantor di Qatar

Pengakuan secara politis

Kata Motasim, kantor itu tidak mendapat pengakuan sebagai markas Taliban secara politis. Selama ini kantor tersebut dianggap terselubung dan juru runding AS menganggap mereka sebagai gerilyawan, bukan perwakilan politik Taliban. Menurut Motasim sebagian besar anggota Taliban yang bernegosiasi dengan pihak Amerika itu masuk dalam sanksi PBB.

Dewan Keamanan PBB menjatuhkan sanksi terhadap Taliban pada November 1999 karena menolak mengirim Osama bin Laden ke AS atau negara ketiga untuk diadili dalam dakwaan terorisme terkait pemboman terhadap Kedubes AS di Kenya dan Tanzania pada 1998.

Sanksi-sanksi yang meliputi larangan bepergian, embargo senjata dan pembekuan aset itu kemudian diperluas ke Al Qaeda. Pada Juli 2005, DK PBB memperpanjang sanksi-sanksi tersebut agar bisa menjangkau semua kelompok-kelompok yang berafiliasi dengan Taliban dan Al Qaeda.

"Mereka (AS) harus memberi kebebasan secara politis pada Taliban," kata Motasim.

Menjelang pelaksanaan KTT NATO di Chicago pekan depan, Motasim mengatakan dia memiliki pesan kepada para peserta

"Keputusan NATO seharusnya demi kebaikan Afganistan dan tidak mendorong lebih banyak kekerasan. Keputusan itu harus menyerukan diakhirinya perang, diakhirinya penyerbuan dan pembunuhan," tuturnya.

"Afganistan hancur, rakyatnya tercerai-berai, menjadi pengungsi, warga miskin meninggal di rumah mereka dan orang-orang asing pun meninggal di sini. Itu semua harus diakhiri," pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com