Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gila-gilaan Orang Hutan: Arthur Rimbaud di Jawa

Kompas.com - 29/04/2012, 09:45 WIB

Juli 1876 penyair revolusioner Perancis, Arthur Rimbaud, tiba di Batavia sebagai tentara bayaran Belanda. Tapi tidak lama, karena dua minggu kemudian dia desersi. Apa daya tarik Jawa bagi orang Perancis di abad 19 dan bagaimana kesannya tentang Jawa?

Graham Robb, penulis biografi Arthur Rimbaud berpendapat sebenarnya khalayak Perancis tidak tahu apa-apa tentang Jawa. Di Perancis, Hindia Belanda waktu itu tampak sebagai tempat yang tidak jelas. Letaknya seperti di pinggir dunia, dan luar biasa eksotisnya. “Saya kira tidak ada pengetahuan yang persis khalayak Perancis waktu itu tentang Jawa,” demikian Robb.

Kalau begitu kenapa Arthur Rimbaud tertarik pada Jawa, tempat yang sama sekali tidak diketahuinya? Graham Robb yakin kalau Rimbaud sudah tahu Jawa, pasti dia tidak akan ke sana. Ia memberi contoh London, “Rimbaud pernah bertandang ke London dan tinggal di sana sangat lama, karena alasan yang kurang lebih sama."

London dianggap eksotis, sesuatu yang tidak diketahuinya. London di abad 19 memang luar biasa, salah satu kota terbesar dunia. Begitu pula Jawa, di sana tersimpan daya tarik sesuatu yang tidak diketahui. Robb menambahkan, “Bukan karena Rimbaud ingin menulis sajak-sajak bagus. Tapi karena dia sudah muak dengan hal-hal yang sudah diketahuinya.”

Profesor Okke Kusumasumantri Zaimar, guru besar sastra Prancis pada Universitas Indonesia menduga Arthur Rimbaud tertarik pada Jawa karena dalam bahasa Perancis ada istilah khusus tentang Jawa. Jawa waktu itu dikenal sebagai negeri oriental yang menarik. “Bukan hanya eksotis”, lanjut Okke Zaimar seperti dikutip Radio Nederland, Jumat (27/4/2012), “tetapi dalam bahasa Perancis ada ungkapan khusus yang menggunakan kata Jawa, dan itu artinya gila-gilaan”.

Karena itu Okke melihat Jawa punya daya tarik khusus bagi Rimbaud. Apalagi ditambah jiwa petualangan, maka rencana ke Jawa itu tidak terbendung lagi.

Pada tanggal 21 Juli 1876 penyair Perancis Arthur Rimbaud tiba di Batavia, setelah menumpang Kapal Prins van Oranje dari kota pelabuhan Den Helder di Belanda barat yang berangkat sebulan sebelumnya. Sebelum berlanjut, berikut terlebih dahulu sebuah karya Arthur Rimbaud:

Lamunan untuk musim dingin

Musim dingin, kita naik wagon merah jambu. Dengan bantal-bantal biru. Kita bakal betah, sekuntum cium mabuk. Di tiap lekuk yang lembut

Kau pejam mata agar tak nampak lintas kaca. Menyeringai bayang-bayang malam. Tampang hantu seram, serigala hitam. Yang rendah dan tak ramah

Lantas pipimu terasa tergores
Sekecup cium bagai rama-rama gila
Menjelajahi lehermu

Kau bilang, carikan
Sambil merundukkan kepala
Kita perlu waktu untuk menemukan itu
Binatang gila yang mengembara jauh sekali (
terjemahan Wing Kardjo)

Ditembak mati

Ketika kapal Prins van Oranje merapat di Tanjung Priok pada tanggal 21 Juli 1876 itu, sekitar 176 orang prajurit bayaran turun ke darat, menuju tempat mereka akan menerima latihan lebih lanjut. Salah satunya adalah Arthur Rimbaud. Waktu itu mereka ditampung di sebuah barak tentara yang sebenarnya adalah pabrik teh di bilangan Meester Cornelis, sekarang Jatinegara.

Setelah 10 hari berkenalan dengan hawa tropis Batavia, 176 orang itu kembali ke Tanjung Priok, lagi-lagi untuk naik kapal laut. Tapi kali ini dengan tujuan Semarang. Sampai di Semarang pada tanggal 2 Agustus 1876, satuan itu melanjutkan perjalanan. Dengan kereta api mereka menuju Tuntang, dekat Salatiga.

Tidak ada yang diketahui orang tentang Arthur Rimbaud ketika penyair Perancis ini menetap di barak militer Tuntang sebagai prajurit bayaran Belanda. Tapi pada tanggal 15 Agustus 1876 Rimbaud tidak kelihatan di gereja. Padahal hari itu adalah hari besar bagi umat Katolik, yaitu hari kenaikan Bunda Maria ke surga. Malam harinya Rimbaud juga tidak hadir pada apel malam. Pada saat itulah orang sadar: penyair Perancis Arthur Rimbaud yang sudah jadi prajurit bayaran Belanda ini telah melakukan desersi.

Desersi atau mangkir dari kesatuan militer adalah perbuatan gawat, demikian Graham Robb, sejarawan Inggris penulis biografi Rimbaud. “Ini sangat serius,” tuturnya, “Sungguh! Walaupun kedengarannya seperti petualangan yang menyenangkan dan menegangkan.”

Biasanya tentara yang melakukan desersi ditangkap, diseret ke mahkamah militer lalu ditembak mati. Apalagi waktu itu Belanda sedang berperang di Aceh. Jelas kehidupan Rimbaud terancam bahaya besar. Mungkin itulah alasannya kenapa dia menghilang selama sebulan lebih. Tidak ada yang tahu dia di mana. Jelas dia bodoh kalau kembali ke Semarang. Karena di kota pelabuhan besar terdekat itu orang akan mencarinya.

Jadi mungkin Rimbaud berjalan ke timur, ke Surabaya. Dan mungkin pula dia ke Australia. Menurut seorang kenalannya, Rimbaud pernah ke Australia. Itulah satu-satunya saat dalam kehidupan Rimbaud yang memungkinkan dia ke sana.

Menurut Graham Robb, penulis biografi lain berhasil melacak kapal mana yang ditumpangi Rimbaud untuk balik ke Eropa. Dan perincian perjalanan pulang ini cocok dengan dokumen-dokumen tentang kapal itu. Rimbaud memang pernah menumpangnya.

Orang hutan

Setelah dua bulan di Jawa, orang tetap tidak akan tahu apa dampaknya bagi kegiatan sastra atau penulisan Rimbaud. Hal ini dibenarkan oleh Benedict Anderson, gurubesar emiritus pada Cornell University.

“Dia sudah menghentikan aktivitas puitisnya, dia jarang menulis surat.” Kalaupun menulis surat, maka itu biasanya kepada ibunya atau kakak perempuannya. Kebanyakan tidak berbau politik atau seni, juga surat pendek-pendek, cuma tentang kesehatan atau masalah keluarga. “Jadi kesan dia tentang pengalaman di Jawa kita nggak tahu,” tutur Anderson.

Bagaimana dia bisa bersembunyi di sekitar masyarakat Salatiga, bagaimana dia berkomunikasi dengan masyarakat, tidak ada yang tahu. Kata Anderson, “Jelas dia enggak ngerti Belanda, enggak ngerti Jawa, enggak ngerti Melayu. Tapi sempat sembunyi sampai dua bulan, jelas luar biasa itu.”

Di balik banyak ketidaktahuan orang tentang keberadaan Rimbaud di Jawa, ternyata ada beberapa hal yang menarik. Karena ternyata penulis biografi Rimbaud yang lain mereka-reka kehadirannya di Hindia Belanda. Menurut Graham Robb, terhadap tempat-tempat yang pernah dikunjunginya, begitu dia tahu wajah asli tempat-tempat itu, Rimbaud biasanya jadi muak dan bosan. Kadang-kadang itu memang dibesar-besarkannya juga.

Dalam suratnya dari Abisinia, ia cenderung menekankan hal-hal yang tidak baik pada nama kolonial Ethiopia ini. Atau ketamakan dan kebodohan orang-orang yang tinggal di sana, khususnya kalau mereka itu para penjajah. Jadi pendapatnya tentang Jawa pasti tidak akan mengagumkan, demikian Graham Robb.

Menariknya, salah satu penulis biografi Rimbaud yang menikahi Isabelle, adik penyair ini berpendapat kita tidak bisa menulis riwayat hidup penulis besar yang tidak berpetualang di tempat-tempat eksotis seperti Jawa. Makanya dia mereka-reka. Dia tulis Rimbaud tinggal di hutan dengan orang hutan. Mana ada orang hutan di Jawa.

Mister Holmes

Lalu bagaimana Arthur Rimbaud kembali ke Eropa? Sesudah desersi di Tuntang, penyair Perancis ini tidak ketahuan lagi rimbanya. Tahu-tahu dia muncul lagi di rumah ibunya di Ardenne, Perancis Utara, dekat perbatasan Belgia.

Dalam biografi yang ditulisnya, sejarawan Inggris Graham Robb berhasil merekonstruksi perjalanan pulang penyair Perancis berjiwa pemberontak ini. Kapal yang kemungkinan besar membawanya ke Eropa bernama The Wondering Chief. Ini kapal Inggris. Salah satu penumpang yang naik dari Semarang bernama Edwin Holmes, seperti Sherlock Holmes. Tidak ada yang tahu siapa sebenarnya orang ini. Tampaknya dia itu tokoh khalayalan belaka. “Pokoknya dia itu rekaan saja,” tutur Robb.

Yang juga misteri adalah bahwa kemudian Edwin Holmes ini menghilang. Namanya tidak ada dalam daftar penumpang dan awaknya ketika kapal ini tiba di kota pelabuhan Perancis Le Havre. Tampaknya Edwin Holmes sudah turun di Irlandia selatan, di kota pelabuhan Cork. Ini cocok dengan ucapan Rimbaud sendiri. Menurutnya ia kembali ke Eropa lewat Irlandia, ke Dublin, menyebrang ke Liverpool, terus ke London, dari situ menyeberang ke Eropa daratan dan kembali ke ibunya di Ardenne.

Begitu misterius perjalanan kembali Rimbaud ke Eropa, begitu misterius pula kesan penyair Perancis ini terhadap Jawa. Karena memang kesan itu, kalaupun pernah ditulis, sekarang sudah tidak bisa ditemukan lagi.

Graham Robb berani memastikan penyair Perancis ini akan senang kalau tahu bahwa apapun kesannya tentang Jawa, tulisan apapun yang dibuatnya tentang Jawa sudah hilang. Tidak ada yang diwariskan pada generasi berikut. Yang ada hanya perincian perjalanan yang diberitahukan pada salah satu temannya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com