Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pakai Tangan Besi Menghadapi Sudan Selatan

Kompas.com - 26/04/2012, 03:41 WIB

Aksi pengeboman oleh pesawat perang Sudan di perbatasan Sudan Selatan dalam tiga pekan ini tidak terlepas dari titah sang Presiden Omar Hassan al-Bashir. Meski kekuatan internasional terus menekannya menghentikan serangan, Bashir cuek.

Bashir memang pantas berang karena Selatan mengambil ladang minyak Heglig, sumber ekonomi penting rezim Khartoum, Sudan, 10 April lalu. Saat pertikaian mendidih selama dua pekan di Heglig, Bashir ingin agar perang tidak boleh berakhir di kota minyak itu saja, tetapi juga harus sampai menusuk Juba, ibu kota Sudan Selatan.

Komunitas internasional menekan Sudan menghentikan pengeboman, dan Selatan menarik pasukannya dari Heglig. Pasukan Juba akhirnya mundur karena takut sanksi internasional. Khartoum tidak menghiraukan tekanan internasional. Setelah mengebom Heglig, pesawat Khartoum terus menghajar kota lain di Selatan, seperti Bentiu dan Panakuac.

Bashir meradang karena Selatan, negara yang belum setahun merdeka berkat ”kemurahan” hatinya itu, bertingkah. Oleh karena itu, dia mengecap pasukan Selatan sebagai ”serangga” yang harus dibasmi tuntas.

Harian The Guardian menjuluki Bashir sebagai ”pria yang pongah dan egois”. Bashir adalah anak seorang petani. Sebagai militer ia memiliki sifat keras dan bahkan dilukiskan kejam, berpangkat letnan jenderal. Selain menjabat presiden, Bashir juga Ketua Partai Kongres Nasional, partai berkuasa di Sudan.

Bashir lahir pada 1 Januari 1944 di Hoshe Bannaga, yang kemudian menjadi bekas bagian Kerajaan Mesir dan Sudan. Setelah menamatkan sekolah menengah pertama, dia belajar di akademi militer nasional di Kairo, dan Khartoum, ibu kota Sudan, dan lulus tahun 1966.

Pangkat militernya meningkat cepat. Pria beristri dua, tapi tidak mempunyai anak dari keduanya, menjadi penerjun payung dan berjuang bersama tentara Mesir dalam perang Arab-Israel pada Oktober 1973. Dia sempat memimpin pasukan Sudan dalam tahun-tahun awal perang saudara melawan Gerakan Pembebasan Sudan (SPLM) pimpinan John Garang, yang dicap Khartoum sebagai ”pemberontak”. Dalam pertikaian di Heglik, SPLM dijuluki ”serangga” oleh Bashir.

Pada tahun 1989, Bashir memimpin sebuah kelompok militer dan melakukan kudeta berdarah terhadap pemerintahan sipil Perdana Menteri Sudan, Shadiq al-Mahdi. Kudetanya itu disebut untuk ”menyelamatkan negara dari partai politik busuk”, tulis The Guardian.

Motivasi lain kudeta itu adalah menghentikan perjanjian perdamaian untuk mengakhiri perang di Selatan, yang memungkinkan akan menerapkan hukum sekuler. Bashir seorang yang egois karena mengumumkan dirinya sebagai Ketua Dewan Komando Revolusi Keselamatan Nasional dan membubarkan partai politik, serikat buruh, dan badan pemerintah.

Sampai akhirnya, 16 Oktober 1993 dia menunjuk dirinya sebagai presiden, membubarkan junta militer, dan menegakkan lagi pemerintahan sipil Sudan. Dia dekat sekali dengan Hassan al-Turabi, politisi Islam yang memiliki hubungan baik dengan kelompok militan Arab, yang mengundang pemimpin Al Qaeda, Osama bin Laden, mendirikan basisnya di Sudan.

Pemberontakan di Selatan, yang mayoritas penganut Kristen dan animis, terus berjuang ingin memisahkan diri dari Khartoum. Tahun lalu, Bashir setuju melepaskan Selatan menjadi negara otonom, tetapi konflik perebutan ladang minyak membuka perang besar baru.

Menurut New York Times, Bashir telah memerintah dengan tangan besi sejak berkuasa. Dia selalu berupaya menghancurkan setiap musuhnya. Dia telah ditetapkan sebagai penjahat perang oleh Mahkamah Kriminal Internasional dan seharusnya diadili pada Maret 2009.(PASCAL S BIN SAJU)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com