Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal TKI, Pemerintah Jangan Cuma Beri Santunan

Kompas.com - 25/04/2012, 17:54 WIB
Sandro Gatra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah Indonesia didesak menuntaskan kasus penembakan tiga tenaga kerja asal Indonesia oleh Kepolisian Diraja Malaysia. Pemerintah diminta jangan mengulangi kesalahan terkait kasus kematian beberapa TKI sebelumnya.

"Pemerintah jangan menyelesaikan hanya dengan memberikan santunan kepada pihak keluarga karena itu tidak menyelesaikan masalah. Kasus (TKI asal) Sampang hanya diberi santunan," kata anggota Komisi IX DPR, Rieke Dyah Pitaloka, di Gedung MPR/DPR Senayan, Jakarta, Rabu (25/4/2012).

Tiga orang TKI asal Pancor Kopong, Pringgasela Selatan, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, bernama Herman, Abdul Kadir Jaelani, dan Mad Noon tewas ditembak polisi Diraja Malaysia. Malaysia menyebut mereka melakukan penyerangan saat akan ditangkap.

Ketika dipulangkan pada 5 April 2012, pada ketiga jenazah tersebut ditemukan jahitan tidak wajar, yakni di kedua mata, dada, dan perut bagian bawah. Diduga ada organ tubuh yang diambil dari jenazah TKI tersebut.

Rieke menjelaskan, pemerintah tak mengusut penembakan tiga TKI asal Sampang. Padahal, pemerintah Malaysia sudah mengakui kesalahan terkait penembakan itu. Untuk itu, dia meminta agar pemerintah segera melakukan otopsi ulang terhadap ketiga jenazah asal NTB.

Ahli forensik RSCM Abdul Munim Idris mengatakan, meski sudah satu bulan, otopsi terhadap ketiga jenazah TKI itu masih bisa dilakukan. Menurut dia, dengan otopsi ulang dapat dipastikan apakah benar penyebab kematian seperti yang dilaporkan Malaysia serta memastikan adakah organ tubuh yang hilang. "Kasus yang di Sampang, saya yang lakukan otopsi ulang. Ternyata ada luka lain selain ditembak dan tak sesuai dengan scan yang diberikan," kata Munim.

Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah meminta agar pemerintah Malaysia membuka ruang seluas-luasnya kepada pihak luar untuk melakukan penyelidikan. Selain itu, pemerintah Malaysia juga harus memberikan klarifikasi resmi kepada Indonesia. "Evaluasi kelambatan KBRI Kuala Lumpur terhadap kasus TKI ini!" kata Anis.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

    "Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

    Nasional
    Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

    Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

    Nasional
    Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

    Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

    Nasional
    Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

    Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

    Nasional
    Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

    Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

    Nasional
    Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

    Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

    Nasional
    Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta 'Selfie'

    Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta "Selfie"

    Nasional
    Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan 'Presidential Club'

    Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan "Presidential Club"

    Nasional
    Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

    Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

    Nasional
    Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya 'Clean and Clear'

    Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya "Clean and Clear"

    Nasional
    Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

    Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

    Nasional
    Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada 'Presidential Club'

    Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada "Presidential Club"

    Nasional
    Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

    Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

    Nasional
    “Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

    “Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

    Nasional
    Soal Orang 'Toxic' Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

    Soal Orang "Toxic" Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com