Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Konflik yang Tiada Berakhir

Kompas.com - 22/04/2012, 01:57 WIB

pascal s bin saju

Pertikaian di perbatasan Sudan dan Sudan Selatan, terutama di ladang minyak Heglig, yang dua pekan terakhir diperebutkan kedua negara, beringsut liar menuju perang besar. Meski kekuatan internasional menyerukan penyelesaian lewat dialog atau bakal ada sanksi, konflik di perbatasan terus berkobar.

Selama ini, Heglig, ladang minyak luas di cekungan Negara Bagian Kordofan Selatan, dikendalikan Khartoum, Sudan. Pada 10 April, pasukan Juba menduduki pusat ekonomi Sudan itu dan mengklaimnya sebagai bagian Negara Bagian Warrap, Sudan Selatan.

Aksi pendudukan oleh pasukan bersenjata Juba itu membuat Khartoum berang. Presiden Sudan Omar al-Bashir lalu mengerahkan kekuatan senjatanya untuk mengusir pasukan Juba, yang dijulukinya ”serangga” itu, agar segera keluar dari Heglig.

Pesawat tempur Sudan telah dikerahkan selama dua pekan ini untuk mengebom Heglig. Beberapa jembatan, puluhan bangunan, bahkan sebuah kilang minyak rusak oleh bom. Korban tewas akibat pertikaian di perbatasan ini telah melebihi 350 orang. Korban terbanyak berasal dari anggota pasukan Khartoum. Ribuan warga Heglig pun terpaksa mengungsi.

Tidak mudah bagi pasukan Khartoum mengusir Tentara Pembebasan Rakyat Sudan (SPLA), salah satu kelompok bersenjata yang bergabung dalam Gerakan Pembebasan Rakyat Sudan (SPLM). Para petinggi SPLM inilah yang mengendalikan pemerintahan Sudan Selatan yang berpusat di Juba. Salah satunya adalah Salva Kiir, Presiden Sudan Selatan kini.

Bashir terus menggelorakan perang untuk perebutan kembali Heglig dari pasukan Sudan Selatan. Heglig diklaim berada di Kordofan Selatan, salah satu dari 17 negara bagian di Sudan. Dia menegaskan, rezim Juba tidak pantas dinamakan sebuah ”gerakan”, tetapi ”serangga” perusak yang harus dibasmi dengan tuntas. Heglig bukan akhir dari serangan, melainkan Juba.

Ladang minyak Heglig dioperasikan oleh Greater Nile Petroleum Operating Co (GNPOC), konsorsium gabungan China, Malaysia, India, dan Sudan. Bulan lalu, GNPOC mengatakan terus maju dengan rencana meningkatkan produksi menjadi 70.000 barrel per hari (bph) dari 60.000 bph sebelumnya.

Produksi di Heglig, dikenal sebagai Greater Nile Oil Project (GNOP), dimulai pada tahun 1996. Proyek ini meliputi ladang minyak Heglig dan Unity, paling besar di kawasan itu. Sebuah pipa yang menyalurkan 450.000 bph minyak dari Heglig, Unity, dan daerah minyak lainnya membentang 1.000 mil dari Cekungan Muglad ke terminal ekspor di dekat Pelabuhan Sudan.

Jika Kordofan Selatan berada di wilayah Sudan, Unity adalah salah satu dari 10 negara bagian di Sudan Selatan, sama seperti Warrap. Unity selama ini juga disebut dengan nama Nil Atas Barat, juga berada di perbatasan Sudan dan Sudan Selatan.

Untuk mendukung klaimnya di lapangan, Khartoum mengutip keputusan Pengadilan Tetap Arbitrase di Den Haag pada tahun 2009 yang mengatakan, Heglig adalah bagian Sudan. Juba menyangkalnya dengan mengutip tapal batas internal yang dibuat pemerintah kolonial Inggris. Klaim Sudan Selatan juga didasari bahwa daerah itu tidak didiami etnik Arab seperti yang mendominasi Sudan.

Kemerdekaan Sudan Selatan pada 9 Juli 2011 tidak otomatis menekan konflik di perbatasan. Justru eskalasinya meningkat. Daerah perbatasan yang umumnya berada di cekungan kaya minyak hampir pasti menjadi titik api persengketaan.

Menjalar

Pertikaian senjata di perbatasan ternyata tidak saja melibatkan pasukan resmi Sudan dan Sudan Selatan. Setelah dua minggu pertikaian terjadi di Heglig, konflik perebutan ladang dan kilang minyak telah menjalar ke daerah perbatasan lain.

Lihat, misalnya, pemberontak di Negara Bagian Blue Nile (Nil Biru), Sudan, pada hari Jumat (20/4) mengatakan, mereka telah membunuh 79 tentara Pemerintah Sudan dan milisi dalam dua serangan. Blue Nile dihuni dua etnik yang selama ini sering bertikai dan terletak di dekat perbatasan Sudan Selatan.

Serangan-serangan itu terjadi pada hari Selasa dan Rabu lalu di daerah yang sama, daerah pegunungan sekitar 35 kilometer selatan Ed Damazin, ibu kota Blue Nile. Arnu Ngutulu Lodi, juru bicara pemberontak Gerakan Utara Pembebasan Rakyat Sudan (SPLM-N), mengatakan, mereka telah mengusir tentara Sudan dari perbatasan.

SPLM-N adalah sekutu dari bekas pemberontak, yakni SPLM, yang menguasai Sudan Selatan. Mereka terlibat pertempuran selama beberapa bulan di Blue Nile dan Kordofan Selatan, keduanya di perbatasan Sudan dan Sudan Selatan.

Masih ada lagi kelompok pemberontak yang bergerilya di perbatasan. Dalam pertempuran Rabu malam lalu, misalnya, gerilyawan Gerakan Keadilan dan Persamaan Hak (JEM) menguasai pos terdepan di utara Heglig. Hal itu disampaikan juru bicara JEM, Gibril Adam Bilal.

Bilal mengatakan, mereka telah mengepung kompleks utama Angkatan Bersenjata Sudan (SAF). Tiga gerilyawan JEM dilaporkan tewas dan belum diketahui berapa korban di pihak SAF. Daerah berada dekat Kelet, di mana pasukan Sudan Selatan memukul mundur militer SAF dan menghancurkan dua tank.

JEM adalah gerilyawan utama Darfur. Kementerian Luar Negeri Sudan mengklaim, gerilyawan berperang bersama Juba melawan SAF, tetapi dibantah Bilal. Pejuang Darfur bersumpah menumbangkan rezim Khartoum karena dinilai tak mewakili keberagaman politik, etnik, dan keagamaan setelah penerapan syariat Islam.

Hingga tulisan ini diturunkan, pertikaian di perbatasan, terutama di Heglig dan Blue Nile, masih sengit. Sudan seakan terdorong ke perang besar yang melelahkan, seperti pernah terjadi pada 1955-1972 dan 1983-2005. Selama itu, perang menewaskan 2 juta orang.

Kekuatan dunia, seperti DK PBB, Uni Afrika, Uni Eropa, dan AS, mendesak Khartoum mengakhiri serangannya. Juba juga didesak menarik pasukan dari Heglig, Seruan itu tidak digubris, pertikaian terus berkobar. (AFP/AP/REUTERS/GNOP.COM)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com