WASHINGTON, JUMAT -
Penegasan itu disampaikan Menteri Pertahanan AS Leon Panetta, Kamis (19/4), sepekan setelah kegagalan peluncuran
Panetta menjawab pertanyaan Komisi Angkatan Bersenjata Kongres AS (House Armed Services Committee), yang menanyakan apakah China memang membantu program rudal Korut melalui ”pertukaran dan penjualan teknologi”.
Selama ini China diketahui menjadi satu-satunya sekutu kuat Pyongyang. Ikatan ekonomi dan militer kedua negara terutama didasari kesamaan ideologi yang dianut, yakni komunisme.
Dalam rapat dengar pendapat itu, Kongres AS menekan Panetta untuk menjelaskan keberadaan truk pengangkut peluru kendali Korut itu.
Dalam rapat itu Panetta menolak merinci bentuk-bentuk bantuan China terhadap kemampuan rudal Korut, dengan alasan rincian itu adalah ”informasi yang sangat sensitif”. ”Namun, sudah jelas ada bantuan (dari China ke Korut) dalam semua itu,” ujar Panetta.
Lebih lanjut dia menambahkan, tidak diragukan lagi pencapaian Korut dalam pengembangan sistem rudal jarak jauhnya dan kemampuan persenjataannya yang lain telah menjadi ancaman bagi AS.
”Untuk alasan itulah kami menganggap Korut berikut provokasi yang mereka lakukan selama ini sebagai sesuatu yang sangat serius,” ujar Panetta.
Selain itu, Panetta meminta China bisa memaksa Korut untuk kembali ke proses negosiasi. Sebelumnya, tambah Panetta, Amerika Serikat merasa telah mencapai kemajuan menyusul disepakatinya pertukaran bantuan makanan dengan kesediaan Korut menghentikan program roket dan nuklirnya.
”Namun, dengan tiba-tiba saja kita semua kembali menghadapi provokasi,” ujar Panetta.
Korea Selatan juga langsung menanyakan persoalan itu kepada China. Hal itu disampaikan salah seorang pejabat Kementerian Luar Negeri Korsel yang tak mau disebutkan namanya.
Kamis lalu Pemerintah China lewat juru bicara kementerian luar negerinya, Liu Weimin, membantah tuduhan terlibat menyediakan truk pengangkut rudal Korut.
Sementara itu, Perdana Menteri Jepang Yoshihiko Noda mengirim surat kepada Presiden Korsel Lee Myung-bak untuk berkoordinasi terkait kebijakan baru mereka terhadap Korut. Surat itu disampaikan Wakil Ketua Sekretaris Kabinet Tsuyoshi Saito saat dia mengunjungi kantor kepresidenan Korsel (Gedung Biru) menjelang konferensi tingkat tinggi mereka dan China bulan depan.
Setelah gagal meluncurkan roket jarak jauhnya pada 13 April lalu, Korea Utara dikhawatirkan akan kembali menggelar uji coba nuklirnya yang ketiga. Hal itu diyakini bakal menjadi masalah baru.