Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Persoalkan Sumpah, Partai Suu Kyi Ancam Boikot Parlemen

Kompas.com - 20/04/2012, 14:26 WIB

YANGON, KOMPAS.com - Anggota parlemen terpilih dari partai pimpinan Aung San Suu Kyi mengadakan rapat, Jumat (20/4/2012), untuk membicarakan kemungkinan mereka memboikot parlemen karena perselisihan soal pilihan kata dalam sumpah anggota parlemen.

Kejadian ini menjadi pertanda awal perselisihan antara partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) dengan rezim reformis sejak pemilu sela 1 April lalu.

Seorang anggota senior NLD pergi Naypyidaw, pusat pemerintahan Myanmar, untuk meminta pemerintah mengganti sebuah kata pada teks sumpah anggota parlemen. Yakni kata "melindungi" menjadi "menghormati" konstitusi yang dibuat oleh junta militer sebelumnya.

"Para pejabat mahkamah konstitusi menolak mengubah kata itu. Jadi kami akan mendiskusikan lagi hari ini di markas kami," kata salah seorang legistlator terpilih dari NLD yang meminta namanya tidak disebut.

"Kehadiran kami di parlemen bergantung pada hasil pertemuan kami. Kami belum mengambil keputusan tetap," lanjutnya.

NLD berencana maju ke Presiden Thein Sein untuk menyelesaikan masalah itu, namun mantan jenderal itu kini sedang melawat ke Jepang, kata pejabat di Naypyidaw.

Suu Kyi, yang menghabiskan 15 tahun dari 22 tahun terakhir sebagai tahanan rumah, bersama para anggota majelis rendah lainnya mulai bertugas Senin pekan depan. Seperti diberitakan NLD memenangi 43 dari 44 kursi yang diperebutkan dalam pemilu sela. Suu Kyi juga berhasil merebut satu kursi wakil rakyat.

Para pengamat menilai rezim Myanmar memerlukan keberadaan Suu Kyi di parlemen untuk memperkuat legitimasi sistem politik dan mendorong dilonggarkannya sanksi Barat pada negara itu.

Suu Kyi, peraih Hadiah Nobel Perdamaian, mengatakan salah satu prioritasnya di parlemen adalah mendorong amandemen konstitusi 2008 yang menyebut seperempat kursi di parlemen menjadi jatah militer dan sekutu-sekutu politiknya.

Masyarakat internasional memuji pemilu 1 April lalu sebagai langkah menuju demokrasi. Dan negara-negara Barat pun mulai mencabut atau melonggarkan sanski terhadap Myanmar demi mendorong reformasi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com