Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Krisis Thailand Selatan

Kompas.com - 04/04/2012, 02:17 WIB

Hamid Awaludin

Kekerasan beruntun kembali terjadi di Thailand selatan. Rasa kemanusiaan kita kembali tersayat. Citra peradaban manusia yang berakhlak luluh sudah.

Peristiwa pengeboman yang menewaskan puluhan orang tak berdosa dan melukai puluhan lainnya di tiga wilayah Thailand selatan, Sabtu lalu, kian mengesahkan betapa mahalnya harga kehidupan yang harmoni.

Rentetan pengeboman itu, selain tidak bisa diterima akal sehat dan pembenaran moral dari sudut pandang apa pun, juga kian meneguhkan bahwa persoalan di Thailand selatan adalah persoalan yang sangat fundamental. Kekerasan kali ini jauh lebih besar dibandingkan sebelumnya.

Perjuangan bersenjata di Thailand selatan adalah ikhtiar untuk memerdekakan diri dari Thailand. Mereka kelompok penduduk minoritas (2,2 juta) yang mendiami beberapa provinsi, Narathiwat, Patani, dan Yala. Mereka suku Melayu Patani yang dulunya berasal dari Malaysia. Karena itu pula, mereka adalah penduduk Muslim.

Meski demikian, perjuangan mereka bukan perjuangan untuk menegakkan negara Islam, melainkan untuk memisahkan diri dari Thailand karena merasa diperlakukan tidak adil. Wilayah yang mereka diami jauh lebih tertinggal dibandingkan wilayah-wilayah lain di Thailand.

Tinggalkan cara militer

Selama ini ada kecenderungan Pemerintah Thailand untuk menyelesaikan masalah internal ini dengan cara militer. Sayang, setelah sekian puluh tahun, cara ini belum menghasilkan titik terang. Oleh karena itu, perlu adanya dialog antara pemerintah dan mereka untuk berdamai.

Jika dunia menghendaki agar para penuntut kemerdekaan tersebut bisa duduk berunding dan melepaskan tuntutan mereka untuk melepaskan diri dari Thailand, dunia pun harus membujuk Pemerintah Thailand untuk memberi otonomi luas dan khusus pada wilayah-wilayah para penuntut kemerdekaan itu. Dalam wilayah khusus, mereka diberi kelonggaran untuk mengembangkan daerah sesuai dengan kebutuhannya. Misalnya, Pemerintah Thailand bisa berbesar jiwa membolehkan mereka menggunakan bahasa Melayu.

Setelah faktor bahasa, Pemerintah Thailand juga perlu memberi pengakuan bahwa Islam juga adalah agama resmi yang diakui oleh pemerintah, khususnya di wilayah-wilayah tempat para penuntut kemerdekaan bermukim. Selama ini, Pemerintah Thailand hanya mengakui agama Buddha.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com