PHNOM PENH, MINGGU
Pengaruh China menjelang KTT ASEAN ini ditunjukkan dengan kunjungan Presiden China Hu Jintao ke Phnom Penh selama empat hari hingga Senin (2/4). Ini adalah kunjungan pertama seorang kepala negara China ke Kamboja dalam 12 tahun terakhir.
Meski Pemerintah Kamboja menekankan kunjungan Hu itu tak lebih dari kunjungan persahabatan, para pengamat memandang waktu kunjungan Hu—yang hanya sehari sebelum KTT ASEAN digelar—bukan suatu kebetulan.
”China telah berhasil membuat Kamboja mengeluarkan Laut China Selatan dari agenda pembicaraan formal di KTT. Namun, itu tidak akan mencegah negara-negara yang terlibat langsung, seperti Filipina, untuk mengangkat persoalan keamanan laut ini,” tutur Carl Thayer, profesor politik dari University of New South Wales, Australia.
Sebagai ketua dan tuan rumah KTT, Kamboja memang memiliki kewenangan mengatur agenda pembicaraan. Namun, Pemerintah Kamboja mengakui pihaknya tak bisa mencegah jika salah satu anggota ASEAN mengangkat isu ini dalam KTT.
”Posisi kami adalah menginginkan setiap negara yang terlibat (masalah Laut China Selatan) menyelesaikan masalah ini dalam kerangka ASEAN dan China, bukan membawanya ke forum internasional. Namun, perdana menteri mengatakan, kami juga menghadapi kesulitan karena saat KTT nanti pemimpin negara lain bisa mengangkat isu ini, dan kami tak bisa melarang mereka bicara,” tutur Sri Thamrong, penasihat PM Kamboja Hun Sen, seusai pertemuan Hun Sen dan Hu Jintao, Sabtu (31/3).
Empat anggota ASEAN, yakni Filipina, Malaysia, Vietnam, dan Brunei, terlibat dalam sengketa wilayah Kepulauan Spratly di Laut China Selatan dengan China dan Taiwan. Filipina ingin ASEAN bersatu menghadapi China dan mendesak negara itu menyepakati kode tata berperilaku di kawasan.
Sebaliknya, China ingin masalah itu diselesaikan secara bilateral dan pembicaraan soal kode tata berperilaku kawasan tak perlu tergesa-gesa.(AFP/REuters/DHF)